Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media (Dirjen KPM) Kementerian Komdigi Fifi Aleyda Yahya mengatakan, draf naskah akademik revisi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah rampung sejak 2024, dan kini sedang dalam tahap pembahasan antarkementerian.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Keterbukaan informasi publik telah menjadi ciri utama negara demokrasi. Sebab, melalui sistem komunikasi yang transparan dan terpercaya, masyarakat dapat dengan mudah berpartisipasi dalam kebijakan publik, dan tidak akan gampang terjebak disinformasi, misinformasi, maupun gangguan lainnya.
Poin tersebut agaknya menjadi pegangan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), yang tengah mendorong revisi Undang-Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Disampaikan oleh Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media (Dirjen KPM) Kementerian Komdigi Fifi Aleyda Yahya, revisi UU KIP dinilai penting untuk memperkuat kelembagaan Komisi Informasi serta menyederhanakan proses akses informasi, dan menyesuaikan regulasi dengan perkembangan teknologi.
Dijelaskannya dalam pembukaan acara soft launching Pameran Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2025, Kamis (24/7/2025), proses revisi UU KIP sudah masuk tahap pembahasan antarkementerian. “Draf naskah akademik telah rampung sejak 2024. Kini dalam tahap pembahasan antarkementerian. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga independensi Komisi Informasi,” ucapnya.
Akses Informasi Adalah Hak Masyarakat
Sejak 2022, kata Fifi, Komisi Informasi telah mengemban tiga program prioritas meliputi penyelesaian sengketa informasi publik, penguatan indeks keterbukaan informasi publik, serta pemantauan dan evaluasi kepatuhan badan publik. “Kontribusi Komisi Informasi harus terlihat nyata, bukan hanya dalam bentuk kebijakan, tetapi juga inovasi dan solusi yang relevan,” imbuhnya.
Selaras dengan revisi yang ditujukan untuk menyederhanakan proses akses informasi dan penyesuaian regulasi, Fifi juga mendorong adanya edukasi publik yang berkelanjutan terkait keterbukaan informasi. Menurutnya, keterbukaan informasi akan kehilangan makna jika masyarakat tidak punya pemahaman dalam mengakses dan memanfaatkannya.
Direktur Informasi Publik Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kementerian Komdigi Nursodik Gunarjo dalam kesempatan terpisah menegaskan, prinsip UU KIP adalah setiap informasi publik perlu dibuka seluas-luasnya dengan pengecualian yang terbatas pada prinsip Maximum Access, Minimum Exemption (MALE). “Pengecualian diterapkan hanya ketika akses terhadap informasi itu akan merugikan kepentingan publik yang lebih besar atau jika ada alasan lain yang diatur dalam undang-undang,” ujarnya dalam bimbingan teknis Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi di Wilayah Indonesia Timur, Makassar, Kamis (24/7/2025). (eda)