Ketua Umum Perhimpunan Humas Rumah Sakit Indonesia (PERHUMASRI) Anjari Umarjianto menekankan, praktisi humas rumah sakit memiliki karakter dan tantangan yang tidak dapat disamakan dengan humas di sektor industri lainnya.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Transformasi digital merupakan keniscayaan bagi seluruh sektor industri. Namun, apa yang terjadi di dunia komunikasi kesehatan, khususnya yang dialami praktisi public relations (PR)/humas rumah sakit, tampak seperti anomali. Hal itu dijelaskan oleh Ketua Umum Perhimpunan Humas Rumah Sakit Indonesia (PERHUMASRI) Anjari Umarjianto.
Anjari mengibaratkan sektor rumah sakit seperti planet di luar bumi dengan cara pandang yang sangat berbeda terkait komunikasi. Hal itu terjadi lantaran kompleksitas dan perbedaan audiens yang dihadapi. “Humas di rumah sakit tidak sama dengan humas di industri lain,” ucapnya dalam acara Digital PR Connect: The New PR Architecture 2026 di Melting Pop, M Bloc Space, Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Anjari menjelaskan, karakteristik audiens rumah sakit dengan tingkatan risiko yang berbeda, menuntut tanggung jawab moral dan komunikasi kesehatan yang penuh kehati-hatian. Dalam konteks ini, katanya, tidak semua rumah sakit bisa membuka diri terhadap transformasi digital dalam hal komunikasi, seperti pemanfaatan new media.
Anjari pun menegaskan, hal tersebut terjadi bukan karena humas rumah sakit menolak perubahan, tetapi karena tuntutan perlindungan privasi, keselamatan pasien, dan kepatuhan regulasi yang ketat. Selaras dengan itu, lanjutnya, hingga kini belum ada rule of the game yang jelas mengenai pemanfaatan new media di sektor kesehatan, sementara isu privasi dan kerahasiaan menjadi batas utama yang membuat ruang gerak komunikasi mereka menjadi sempit.
Beberapa Benturan
Jika ditinjau, jumlah rumah sakit di Indonesia terbilang besar. Hingga November lalu, tercatat ada sekitar 3.191 rumah sakit yang beroperasi di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, PERHUMASRI telah menaungi sekitar 856 praktisi humas yang tersebar di delapan wilayah Indonesia.
Namun, di level organisasi, kata Anjari, posisi humas masih kerap dipersepsikan sebagai teknisi komunikasi. “Dalam struktur organisasi yang sarat aturan dan ribuan standar operasional prosedur (SOP), humas lebih sering berperan sebagai penyampai informasi resmi ketimbang pengelola komunikasi strategis,” jelasnya.
Kendati demikian, Anjari menegaskan, di balik keterbatasan tersebut sejatinya terdapat dimensi yang tidak boleh diabaikan humas rumah sakit. Dimensi tersebut adalah rasa kemanusiaan. Sebab, katanya, pasien yang datang ke rumah sakit bukan sekadar mencari layanan medis, tetapi juga rasa aman, harapan untuk sembuh dan diselamatkan nyawanya. “Itulah yang seharusnya menjadi bagian dari gerakan komunikasi ini,” tutupnya. (EDA)