Arsiparis Ahli Muda Badan Pendidikan dan Pelatihan (BPPK) Keuangan Kementerian Keuangan Wahyu Adi Setyo Wibowo menegaskan, korupsi sejatinya turut menggerus kepercayaan publik hingga menyebabkan pesan kebijakan mudah dicurigai dan partisipasi warga terhadap program pembangunan melemah.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Momentum Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember kembali menjadi pengingat bahwa korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan kualitas komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh Arsiparis Ahli Muda Badan Pendidikan dan Pelatihan (BPPK) Keuangan Kementerian Keuangan Wahyu Adi Setyo Wibowo.
Bagi Wahyu, korupsi sejatinya turut menggerus kepercayaan publik hingga menyebabkan pesan kebijakan mudah dicurigai dan partisipasi warga terhadap program pembangunan melemah. Oleh karena itu, ia menilai peringatan tahun ini harus dimaknai lebih dari sekadar seremoni, tetapi momentum untuk menata kembali pola komunikasi lembaga negara dengan publik. “Agar informasi publik kebijakan disampaikan jujur, transparan, konsisten dan mudah diuji melalui data serta dokumen yang diakses” ujarnya dilansir dari ANTARA News, Senin (8/12/2025).
Menurut Pria yang sedang menempuh studi Doktor Ilmu Komunikasi di Universitas Sahid itu, komunikasi antikorupsi dapat dipupuk dari internal organisasi. Ketika instruksi disampaikan dengan jelas, laporan ditulis apa adanya, dan setiap keberatan diurataran tanpa rasa takut, tegasnya, maka ruang kompromi penyimpangan akan menyempit sejak tahap awal perencanaan program. Sebaliknya, komunikasi internal yang basa-basi, tidak terdokumentasi, atau berubah tanpa alasan dapat membuka ruang manipulasi informasi dan penghilangan dokumen.
Nilai Transparansi dan Integritas
Dalam konteks BPPK, lanjut Wahyu, budaya komunikasi terbuka penting untuk menjaga mutu pelayanan pelatihan dan kredibilitas lembaga. Program pembelajaran, katanya, hanya akan efektif jika seluruh tahapan yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi, dicatat rapi dan ditelusuri. “Setiap pegawai di berbagai level memiliki peran menjaga integritas komunikasi melalui kebiasaan sederhana seperti menyimpan notulen rapat, teratur menuliskan alasan keputusan dan memastikan informasi disampaikan kepada peserta pelatihan sesuai materi serta ketentuan berlaku di lembaga,” jelasnya.
Di sinilah peran arsip menjadi strategis. Menurut Wahyu, arsip bukan sekadar tumpukan dokumen, tetapi rekam jejak komunikasi organisasi. Dengan arsip yang terkelola baik, lembaga memiliki bukti autentik mengenai setiap keputusan, kontrak, laporan kegiatan, hingga bahan ajar. Apabila suatu saat terjadi pemeriksaan atau keberatan publik, maka lembaga dapat menunjukkan langkah-langkah yang ditempuh secara transparan.
Dalam perspektif komunikasi publik, lanjut Wahyu, arsip menjadi jembatan kepercayaan antara negara dan warga. Keterbukaan data maupun dokumen menunjukkan kesediaan lembaga untuk diawasi, sehingga publik akan menilai capaian program berdasarkan bukti dan data, bukan sekadar pernyataan lisan.
Selaras dengan pandangan Wahyu, pada kesempatan terpisah Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Sari Anggraeni menegaskan, dengan komunikasi berbasis data pesan antikorupsi dapat disampaikan lebih jelas untuk memperkuat partisipasi masyarakat. “Untuk itu, praktisi government public relations (GPR) harus lebih naik kelas dari penyampai pesan menjadi perancang komunikasi yang efektif, kreatif, dan berkelanjutan yang dilandasi dengan nilai integritas,” ujarnya dalam forum Sinergi Komunikasi untuk Integrasi Forum Humas Kementerian/Lembaga dan Focal Point di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/11/2025). (EDA)