Catatan Juri AHI 2019 (Bagian 1): Belum Konsisten dan Sistematis
PRINDONESIA.CO | Senin, 26/08/2019 | 1.051
Catatan Juri AHI 2019 (Bagian 1): Belum Konsisten dan Sistematis
Banyak yang mencuri perhatian, tapi disertai catatan.
Iqbal/PR Indonesia

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Apresiasi kali ini membagi penilaian ke dalam sepuluh kategori. Yakni, Best Leader Supporting PR & Communication, Pranata Humas Ahli, Pranata Humas Terampil, City Branding, Website, Terpopuler di Media Online 2019, Aplikasi, Ruang Pelayanan Informasi Publik, Pengelolaan dan Penyajian Informasi Publik, serta Laporan Pelayanan Informasi Publik. Penjurian berlangsung secara tertutup selama tiga hari di Jakarta, 13 – 15 Agustus 2019.

Di antara kesepuluh tadi, kategori City Branding termasuk yang paling mencuri perhatian. Meski begitu, tak sedikit pula masukan dari para juri. Juri City Branding, Emilia Bassar, misalnya, menyoroti tentang minimnya konsistensi. “Harus ada kesamaan logo yang muncul di semua produk komunikasi mulai dari aksesoris sampai media sosial. Faktor ini yang saya lihat masih kurang,” kata perempuan yang juga didapuk sebagai juri kategori Pranata Humas Ahli, Pranata Humas Terampil, serta Best Leader Supporting PR & Communication.

Hal lain yang ia sorot adalah strategi komunikasi yang belum sistematis. Mulai dari target yang mau disasar, media komunikasi, hingga pesan yang ingin disampaikan. Contoh, jika brand yang mau diangkat adalah Rumah Sehat, maka perlu ada pesan yang mengomunikasikan bahwa tempat tersebut layak dikunjungi. Pernyataan tersebut juga harus didukung oleh beberapa faktor. Antara lain, minim polusi udara, pengelolaan sampah yang baik, tersedia pos kesehatan, aktivitas fisik, toilet sehat, dan sebagainya. 

Penggagas Climate Change Forum ini juga melihat banyak city branding yang secara keseluruhan konsep bagus, namun kurang melibatkan masyarakat. “Seharusnya pemerintah mendorong partisipasi masyarakat sebagai endorser dan promotor,” ujar pendiri Center for Public Relations, Outreach and Communication (CPROCOM).

Untuk kategori Pranata Humas, Emilia yang juga menjadi salah satu jurinya menilai kontribusi, kemampuan, dan pencapaian peserta cukup baik. “Tinggal diperkuat dari sisi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan. Sebab, kita tidak bisa hanya bekerja untuk diri sendiri,” ujarnya. 

 

Pengalaman Pengguna

Juri City Branding lainnya, Zinnia Nizar, menekankan soal kesalahan peserta dalam merepresentasikan logo. Logo bukanlah cita-cita masa depan yang ingin dicapai oleh kota/kabupaten yang bersangkutan, melainkan merepresentasikan hal yang benar-benar ada di kota/kabupaten tersebut “Logo harus benar-benar mengutamakan pengalaman pengguna dan mencerminkan kondisi kota,  bukan sekadar cita-cita masa depan,” katanya. 

Sementara sebagai juri Aplikasi dan Website, Zinnia mengaku belum menemukan peserta yang memenuhi ekspektasinya. Beberapa website dan aplikasi terkesan sekadar mengikuti tren. Tidak mengedepankan pengalaman pengguna (user experience), sehingga menyulitkan pengguna saat mencari informasi yang dibutuhkan. “Mestinya tampilan website itu disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing lembaga,” katanya kepada PR INDONESIA melalui sambungan telepon, Senin (19/8/2019)

Lebih baik, kata Ketua Umum Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI) periode 2014 – 2016 ini, prioritaskan informasi yang dinilai penting dan paling banyak dicari oleh pengguna. Misalnya, struktur organisasi lembaga.

Demikian halnya dengan aplikasi. Ia masih menemukan aplikasi yang fungsinya tak jauh berbeda dengan website mereka. Padahal aplikasi diharapkan mampu memberikan pengalaman lebih bagi para penggunanya. Seperti, terdapat fitur chat, notifikasi, atau pengelolaan data pribadi si pengguna. “Ketika tidak ada fungsi interaktifnya, buat apa bikin aplikasi?” ujarnya seraya bertanya. BERSAMBUNG. (rtn/ais/ika)

 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI