Ini 4 Hal Tentang Mendengarkan yang Penting Dipahami Praktisi PR
PRINDONESIA.CO | Kamis, 06/11/2025
Ini 4 Hal Tentang Mendengarkan yang Penting Dipahami Praktisi PR
Ilustrasi mendengarkan praktisi PR
doc/freepik

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di era digital yang bising informasi, mendengar seringkali menjadi sikap yang terlupakan. Padahal, menurut Head of Member Communication at a Membership Association Rural and Businesses and Landowners in England and Wales Jasmin McDermott, mendengar bukan sekadar keterampilan sosial.

Dalam konteks public relations (PR), kata Jasmin, sikap tersebut merupakan bagian dari strategi komunikasi dalam melawan misinformasi dan membangun kembali kepercayaan publik, sebagaimana survei Chartered Institute of Public Relations (CIPR) mengungkap, disinformasi dan misinformasi menduduki peringkat kedua tantangan tertinggi yang dihadapi praktisi PR.

Untuk itu, Jasmin membagikan empat hal penting agar praktisi PR dapat memanfaatkan kekuatan mendengarkan dalam menghadapi arus misinformasi. Dilansir dari PR Academy UK, Senin (28/07/2025), berikut uraiannya.

1. Dengarkan Sebelum Menyampaikan Pesan

Banyak organisasi yang sibuk berbicara tanpa benar-benar mendengar. Padahal, teori Organisational Listening besutan Jim Macnamara menjelaskan, komunikasi efektif dimulai dari kemampuan memahami apa yang publik pikirkan, rasakan, dan percayai.

2. Jadikan Mendengar Sebagai Sistem Peringatan Dini

Misinformasi sering menyebar lebih cepat daripada klarifikasi resmi. Oleh karena itu, dengan mendengar yang dalam konteks ini dapat diartkan sebagai social listening secara aktif, menurut Jasmin, praktisi PR bisa mendeteksi tanda-tanda isu sebelum berkembang menjadi krisis reputasi.

3. Mendengar Harus Menjadi Budaya Organisasi

Sejatinya, mendengarkan bukan hanya tugas praktisi PR, tetapi juga termasuk tanggung jawab seluruh organisasi. Dengan menumbuhkan budaya mendengarkan, lanjut Jasmin, setiap divisi dapat ikut memahami publik, memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan, dan  memperkuat reputasi lembaga.

4. Fokus pada Konteks, Bukan Sekadar Konten

Jasmin mengungkapkan, banyak organisasi hanya fokus pada apa yang dikatakan publik, bukan mengapa mereka mengatakan itu. Padahal, menurutnya, mengetahui konteks adalah kunci memahami akar persoalan. “Pelajari latar belakang percakapan, tokoh yang memicu opini, serta nilai-nilai yang mendasari diskusi publik. Sehingga, praktisi PR dapat merumuskan intervensi narasi yang lebih tepat sasaran,” tutupnya.

Dengan demikian, diharapkan praktisi PR dapat lebih mantap dalam menumbuhkan kepercayaan, mengelola krisis dan reputasi di tengah kebisingan digital. Semoga informasi ini bermanfaat, ya!  (EDA)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI