Strategi PNM Menjaga Reputasi di Era Disrupsi
PRINDONESIA.CO | Selasa, 23/12/2025
Strategi PNM Menjaga Reputasi di Era Disrupsi
Corporate Secretary PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Lalu Dodot Patria Ary dalam acara PR Meet Up & Peluncuran Serial Buku PR INDONESIA di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
doc/PR INDONESIA

JAKARTA, PRINDONESIA.CO –  Di tengah tantangan disrupsi, kemampuan organisasi untuk menyerap perubahan menjadi kunci utama menjaga keberlanjutan reputasi. Hal ini disampaikan Corporate Secretary PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Lalu Dodot Patria Ary. Dalam konteks ini, katanya, disrupsi hanya bisa dihadapi dengan pendekatan komunikasi yang bertumpu pada pengelolaan pesan.

Mencontohkan dengan praktik di PNM, Dodot menjelaskan, tuntutan pengelolaan pesan itu tergambar dari bagaimana seluruh proses pelayanan dan komunikasi yang dijalankan pihaknya berada dalam koridor regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ketat dan terukur. “Karena yang dinilai bukan semata besaran angka yang bisa ditoleransi, tetapi kecepatan dan ketepatan dalam merespons keluhan masyarakat maupun potensi krisis yang muncul sebagaimana diatur dalam regulasi OJK,” ujarnya dalam acara PR Meet Up & Peluncuran Serial Buku PR INDONESIA di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Tuntutan untuk cakap mengelola pesan tersebut semakin menguat seiring transformasi kelembagaan. Sebagaimana diketahui, PNM saat ini berada di bawah naungan Danantara yang menempatkan customer experience sebagai parameter utama kinerja. Bahkan, kata Dodot menjelaskan, saat ini pengalaman nasabah harus diterjemahkan secara konkret dalam Key Performance Indicator (KPI). Sehingga fokus organisasi pun bergeser pada bagaimana perjalanan layanan dirasakan oleh masyarakat. “Ketika kinerja dan perilaku harus dikomunikasikan secara tepat akan membentuk persepsi publik,” jelasnya.

Merespons Krisis

Menyoal krisis, Dodot menegaskan, dalam konteks digital yang perlu dibaca bukan hanya headline, tetapi perilaku audiens di kolom percakapan. “Empati sosial dan pemahaman perilaku publik menjadi krusial, mengingat media sosial adalah ruang tanpa emosi yang kerap memicu respons berlebihan,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan dari salah satu peserta tentang waktu terbaik merespons krisis, Dodot dengan tegas menjawab tidak ada satu waktu terbaik yang berlaku universal untuk merespons krisis. Sebab, semuanya bergantung pada konteks dan karakter organisasi. Terpenting, katanya, ketika isu merebak praktisi PR perlu menahan emosi, menenangkan diri, sebelum kemudian merespons dengan kepala dingin.

Menutup pemaparannya, Dodot menegaskan bahwa krisis persepsi sering kali tidak sepenuhnya nyata, karena merupakan hasil konstruksi opini yang bisa berubah dengan cepat. Oleh karena itu, imbaunya, kejujuran dan ketulusan harus menjadi fondasi utama. Di era disrupsi, tandas Dodot, yang diuji bukan seberapa banyak organisasi berbicara, tetapi seberapa konsisten ia membangun kepercayaan dan membuktikannya melalui tindakan nyata.  (EDA)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI