Tahun 2026 menuntut komunikasi publik yang proaktif dan humanis untuk mengakhiri era "No Viral No Service" melalui optimalisasi responsivitas di kanal digital seperti WhatsApp dan TikTok.
BANDUNG, PRINDONESIA.CO – Memasuki tahun 2026, salah satu tantangan terbesar yang mesti dihadapi humas adalah memulihkan kepercayaan masyarakat yang sempat tergerus oleh stigma "No Viral No Service". Hal tersebut diamini Vice President Corporate Communications PT Pos Indonesia Yustina Widawati dan Pemimpin Redaksi PRFM News Channel Iqbal Pratama dalam HUMAS INDONESIA Outlook (HIO) 2026 yang berlangsung di Graha Pos Indonesia, Bandung, Selasa (16/12/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Iqbal menyoroti adanya pergeseran pola isu melalui network agenda setting, ketika masalah pelayanan kecil yang diabaikan dapat berjejaring menjadi krisis reputasi besar. Di sini, katanya, viral hanyalah simpul terakhir dari akumulasi masalah yang tidak tertangani sejak dini. "Tugas humas, tugas media, adalah bekerja di simpul-simpul kecil sebelum semuanya tersambung," tegasnya.
Hal tersebut disepakati Yustina. PT Pos Indonesia selaku institusi yang menjalankan fungsi ganda sebagai perusahaan bisnis logistik dan agen penugasan pemerintah seperti dalam penyaluran bantuan sosial, katanya, menghadapi risiko skeptisisme publik jika komunikasi tidak berjalan transparan. Yustina menekankan pentingnya komunikasi publik yang responsif dan humanis untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin kritis dan beragam.
Platform Relevan Kunci Kecepatan
Baik Iqbal maupun Yustina sepakat, kunci keberhasilan komunikasi di 2026 terletak pada pemilihan saluran yang tepat dan kecepatan respons. Sebagaimana dijalankan PRFM News Channel, kata Iqbal, hal tersebut dapat direspons dengan mengaktifkan kanal aduan warga via WhatsApp yang beroperasi nyaris 24 jam. "WhatsApp adalah media sosial kedua yang paling banyak digunakan di Indonesia, maka jam 05.00 subuh sampai jam 12.00 malam, kita aktif WhatsApp. Silakan mau nanya apapun, akan kami jawab," ujar Iqbal mencontohkan soal responsivitas.
Sementara itu, PT Pos Indonesia mendorong optimalisasi media sosial dengan konten storytelling visual yang relevan bagi lintas generasi, mulai dari boomers hingga gen Z. "Kita tetap harus punya strategi pantau media sosial dan media massa, gitu. Jangan sampai berita negatif itu kita sembarang counter sehingga orang yang tadinya enggak tahu malah jadi tahu," jelas Yustina.
HIO 2026 menyimpulkan, tren komunikasi di 2026 menuntut kolaborasi substantif antara perusahaan, pemerintah, dan media. Sinergi ini diperlukan bukan sekadar untuk pencitraan, tetapi demi memastikan pesan sampai dengan akurat, sehingga dapat membangun kepercayaan jangka panjang di tengah derasnya arus informasi. (Arfrian R.)