PR dan Perempuan
PRINDONESIA.CO | Kamis, 28/07/2022 | 1.070
PR dan Perempuan
PR perempuan hendaknya memiliki integritas, disiplin, tembok pembatas (barrier) untuk diri sendiri.
Dok. istimewa

 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Perubahan besar ini nyata dialami oleh Anita Bernardus, Deputy Director Corporate Communications APRIL Group. Ia menjadi saksi perubahan selama kurang lebih 17 tahun berkarier di industri PR. Ditambah lagi, pengetahuan organisasi terhadap diversity, equity, dan inclusion (DEI) makin meningkat.

Peraih gelar Master of Business Administtation (MBA) IPMI International Business School itu mengatakan, PR perempuan awalnya kerap dianggap hanya sebagai “pemanis”. Oleh karenanya, praktisi PR identik dengan penampilan menarik dan pandai bicara. “Pokoknya, hanya sebagai pemeran pendukung,” katanya saat mengisi sesi Bincang Santai Buka Puasa Bersama dan Syukuran 7 Tahun PR INDONESIA bertema “Woman in PR Leadership”, Jumat (22/4/2022).

Berbeda dengan sekarang. Stigma terhadap praktisi PR perempuan mulai bergeser. Keberadaannya tidak lagi sebagai pendukung, tapi vital. “Dua puluh tahun yang lalu, pengetahuan publik tentang gender masih sangat minim. Kita diremehkan. Sekarang sudah berubah,” ujar perempuan berdarah Ambon dan Semarang itu.  

Menurut Anita, pergeseran perspektif yang terjadi bahkan tidak hanya sebatas isu kesetaraan gender. Lebih dari itu, banyak permasalahan yang jauh lebih penting terkait kemajuan tim komunikasi. Seperti halnya, mispersepsi yang harus diluruskan, image yang harus diperbaiki, reputasi yang harus ditingkatkan, serta edukasi yang harus terus dilakukan untuk membangun brand awareness.

 

Sembilan Tips

Perempuan yang menganut gaya kepemimpinan demokrasi, langsung (direct), dan egaliter itu lantas membagikan sembilan tips menjadi pemimpin perempuan yang kuat. Pertama, learning by doing. Kedua, jangan mudah menyerah. Ketiga, mampu mengendalikan situasi.

Keempat, mampu menyediakan waktu. Kelima, selalu memperhatikan exposure atau kesempatan yang diberikan. Keenam, proaktif mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keahlian. Ketujuh, mempunyai pembimbing. Kedelapan, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Kesembilan, mengetahui apakah ekosistem sekitar mendukung kemajuan atau tidak.

Pernyataan Anita diamini oleh Imelda Alini Pohan. Perempuan yang baru saja menempati posisi sebagai Direktur Pemasaran PT Phapros Tbk itu sependapat bahwa tidak sedikit perempuan di era digital yang memegang peran strategis. Bahkan, lebih banyak daripada laki-laki. Boleh jadi, kepercayaan yang diberikan tersebut karena perempuan memiliki karakteristik dan sifat yang tidak ditemui pada laki-laki. Misalnya, cenderung lebih berempati dan mau mendengarkan. Selain itu, multitasking dan nurturing.

Menariknya, kata Imelda yang sebelumnya berkarier di Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) sebagai SVP Corporate Secretary tersebut, komitmen untuk meningkatkan inklusivitas bahkan semakin berkembang di lingkungan Kementerian BUMN. Kementerian yang dipimpin oleh Erick Thohir sebagai Menteri tersebut berupaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di jajaran direksi dan senior manajer BUMN hingga mencapai 25 persen pada tahun 2023.

Imelda tak lupa berpesan agar PR perempuan memiliki integritas, disiplin, tembok pembatas (barrier) untuk diri sendiri. “PR jangan hanya puas di zona nyaman apalagi sampai berhenti belajar,” kata perempuan yang telah berkecimpung di industri PR lebih dari 20 tahun. Selain itu, ia melanjutkan, kunci utama profesi PR adalah memiliki sifat yang tulus dan karakter yang autentik. (ais)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI