Gaya PR Pelaku E-Dagang
PRINDONESIA.CO | Kamis, 06/07/2017 | 1.128
Gaya PR Pelaku E-Dagang

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pesatnya pertumbuhan layanan perdaganan secara elektronik atau e-dagang dapat dilihat dari kian membengkaknya anggota Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Asosiasi yang berdiri sejak Mei 2012 ini awalnya diinisiasi oleh sembilan pemain pionir industri e-commerce di Indonesia dengan 14 anggota. Antara lain, Blibli, Blanja.com, Kaskus, Berniaga.com, Bhinneka.com, Tokopedia, Multiply, OLX, dan Grazera. Hingga Mei 2017, tercatat ada 295 perusahaan yang bergabung. Jenis usahanya kian beragam mulai dari marketplace, on-line retail, classified ads, daily deals, directory, travel, supporting industries seperti bank, logistik, infrastrukrur, hingga payment gateway.

Tak hanya itu, mobile commerce (m-commerce) shoppers di Indonesia berkembang begitu pesat. Survei year on year growth pada Januari 2017 yang dilakukan Global Webindex menunjukkan pertumbuhan m-commerce shoppers di Indonesia mencapai 155 persen. “Pertumbuhan itu merupakan yang terpesat di dunia,” kata Sofian Lusa, pengurus idEA bidang Keanggotan dan Organisasi.  

Potensi transaksi e-dagang di Indonesia terus meningkat tiap tahun. Tahun 2013, misalnya, potensi transaksi mencapai Rp 104 triliun, tahun 2016 naik menjadi Rp 261 triliun. Riset global McKinsey memproyeksikan sektor ekonomi digital akan menyumbang PDB bagi negara sedikitnya Rp 2.000 triliun pada tahun 2025.

Besarnya potensi ekonomi digital di Indonesia menginisiasi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi digital di Asia Tenggara tahun 2020. Untuk menciptakan ekosistem e-commerce yang nyaman, mendorong inovasi kegiatan ekonomi baru di kalangan generasi muda, memberikan kepastian dan kemudahan usaha e-commerce, pemerintah menyusun Peta Jalan E-Commerce 2016 - 2019.   

Achmad Zaky, founder dan CEO Bukalapak, mengenang masa-masa sulit ketika tujuh tahun lalu mengawali usaha di bidang e-commerce. “Dulu, mencari dana Rp 100 juta ke investor lokal tidak ada yang mau,” kata pria yang ditemui PR INDONESIA di Jakarta, Selasa (30/5/2017). Investor menilai, e-commerce bisnis main-main. Bisnis yang mengandalkan internet (tidak berwujud) itu dianggap bukan sesuatu yang nyata.

Saat ini kondisinya berbalik. Banyak investor yang rela menggelontorkan dana dalam jumlah besar di sektor teknologi. Alasannya, nilainya tak terbatas, bisnisnya menarik dan peluangnya besar. Ia pun menyaksikan fenomena pelaku startup bisa dengan mudah mendapat investor hingga triliunan. “Kayak mimpi, tapi kondisi ini benar terjadi,” katanya seraya mengingatkan, dibalik peluang besar ada tantangan dan jebakan menanti. Intinya, terus berinovasi dan membangun reputasi. 

 

Membuat Sistem

Menurut Zaky, membangun dan menjaga reputasi penting di tengah era keterbukaan informasi, ketatnya persaingan dan maraknya perang harga antarpelaku e-commerce. Apalagi jika perusahaan yang bersangkutan berkomitmen menjadi pemain jangka panjang. Di sinilah pentingnya keberadaan public relations (PR). Baginya, PR bukan hanya membuat rilis, mereka dituntut inovatif melahirkan konten-konten komunikasi unik dan genuine. “Buat saya yang penting unik, seru, dan sejalan dengan misi Bukalapak, memajukan UKM di Indonesia,”  katanya.

Konten komunikasi yang dibuat PR juga harus menyiratkan prinsip Bukalapak: mengedepankan sikap tolong menolong dan gotong royong. Harapannya, konsumen akan berpikir dua kali untuk beralih ke e-commerce lain.

Blanja.com juga menempatkan PR di posisi strategis. Posisinya berada langsung di bawah CEO. Hal ini dikarenakan perusahaan e-dagang milik BUMN itu membawa DNA Telkom dan eBay, pelaku bisnis terbesar di dunia digital ini. PR bertanggung jawab menciptakan lingkungan bagi penjualan dan kepercayaan, membangun relasi dan reputasi sebagai tempat belanja yang menyenangkan aman dan secara korporasi top of mind di benak publik. Namun PR tidak bisa bekerja sendiri, perlu ada koordinasi dan dukungan tiap divisi. “Sebab sekali terjadi krisis, nama dua induk ikut tercemar,” kata Rieka Handayani, Head of PR Blanja.com.  

Rieka yang juga Ketua Bidang Humas idEA tak memungkiri belum semua perusahan e-commerce memandang penting, apalagi menempatkan PR di posisi strategis. “Urgensi terhadap fungsi PR tergantung goal dan strategi dari perusahaan masing-masing,” katanya.

Ada banyak pelaku e-commerce yang baru bertumbuh sehingga perhatian mereka masih terfokus pada upaya membangun fondasi dan instrumen pendukung. Shopee, salah satunya. Meski PR dipandang penting, namun tahun ini, anak perusahaan SEA asal Singapura yang baru dua tahun hadir di Indonesia itu masih fokus membuat terobosan, inovasi, meningkatkan pelayanan guna memberikan pengalaman terbaik dan kemudahan berbelanja melalui ponsel. “People built trust by doing and trying it,” kata Chris Feng, CEO Shopee, berkeyakinan.

Rieke berpendapat, kebutuhan terhadap PR akan tumbuh seiring semakin besarnya pertumbuhan bisnis suatu perusahaan. Tren saat ini justru mulai banyak perusahaan e-dagang yang sudah beroperasi 3 — 4 tahun mencari praktisi PR. “Karena perusahaan e-commerce biasanya belum pernah memiliki PR, maka tugas utama PR saat ini adalah membangun sistem dan fondasi PR,” imbuhnya. Bahkan, ada kalanya kebutuhan akan peran PR timbul saat perusahaan mengalami krisis. Tapi, siapa mau menuai badai krisis lantaran tak kunjung punya tim PR yang kuat? rtn

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI