Di tengah lanskap digital yang terus berkembang, peran Public Relations (PR) mengalami transformasi besar. Bukan lagi sekadar juru bicara organisasi, PR kini dituntut menjadi arsitek narasi, pengelola krisis dan penggerak reputasi yang adaptif. Dalam era di mana satu unggahan viral bisa mengubah persepsi publik dalam hitungan detik, bagaimana PR dapat bertahan dan tetap relevan?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dalam satu dekade terakhir, PR di Indonesia telah bergerak dari peran teknis menuju peran strategis. Pengelolaan hubungan dengan pemangku kepentingan kini semakin bergantung pada kecepatan dan ketepatan komunikasi digital. Di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), PR tidak hanya dituntut menjadi komunikator yang andal, tetapi juga inovator dalam membangun kepercayaan dan menjembatani kepentingan melalui platform digital yang terus berkembang. Sung et al. (2025) menekankan bahwa PR modern harus mampu mencapai keseimbangan (hubungan) antara komunikasi internal dan eksternal agar tetap relevan dan efektif. Komunikasi multiplatform kini menjadi metode dan alat membangun interaksi lebih luas, memungkinkan PR menyampaikan narasi secara real-time dan merespons masukan publik dengan cepat.
Selain itu, bagaiman dampak yang dihasilkan dari ragam aktivitas program PR? Apakah sudah terukur kontribusi yang diberikan oleh perusahaan terhadap masyarakat, lingkungan, dan ekonomi, baik secara langsung maupun melalui program-program sosial organisasi yang berkelanjutan? Tulisan ini akan menyoroti tiga hal utama: Advancing Indonesia, Amplifying Narrative, dan Accelerating and Measuring Impact.