Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi dan Humas Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro Semarang menekankan bahwa komnikasi publik yang berempati bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan seorang pemimpin dalam menjaga legitimasi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Fenomena komunikais pejabat publik kembali menjadi sorotan setelah sejumlah pernyataan dinilai tidak memiliki empati terhadap situasi masyarakat. Di tengah keresahan publik akibat kebijakan dan demonstrasi yang pecah berhari-hari, mulai dari ucapan Bupati Pati yang menantang ribuan massa, hingga anggota DPR yang menganggap remeh kritik publik, justru memperkeruh siasana. Pernyataan nir-empati semacam itu memperlihatkan jarak antara pejabat dengan rakyat, seakan kepemimpinan hanya ditunjukkan dengan sikap keras, bukan dengan kemampuan mendengar dan memahami.
Dalam ilmu komunikasi, terdapat prinsip dasar bahwa komunikasi bersifat irreversible yaitu sekali diucapkan, maka pesan tidak bisa ditarik kembali. Ucapan pejabat yang nir-empati akan terus melekat dalam ingatan masyarakat dan membentuk citra negatif, bahkan ketika klarifikasi atau permintaan maaf sudah dilakukan. Di sinilah pentingnya kesadaran komunikasi: bukan hanya apa yang ingin disampaikan, tetapi juga bagaimana pesan itu diterima publik.