Praktisi Komunikasi Keberlanjutan Melina Karamoy berharap pejabat publik harus belajar berkomunikasi dengan empati, mendengar tanpa defensif, menanggapi tanpa ofensif, dan hadir secara tulus di tengah masyarakat.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Gelombang protes tersebut tidak hanya dipicu oleh kebijakan yang dianggap tidak berpihak, tetapi juga oleh kesenjangan komunikasi yang semakin memperlebar jarak antara pemerintah dan masyarakat.
Kesenjangan komunikasi berasal dari kurangnya kemampuan berkomunikasi para pejabat publik sehingga ketika memberikan tanggapan dari reaksi rakyat, yang terlihat hanya arogansi dan mencari banyak alasan untuk membela diri serta menunjukkan ketidakpedulian.
Dalam konteks komunikasi verbal, bahasa yang digunakan oleh sebagian pejabat publik seringkali terpicu dari emosi sehingga terdengar sarkastik. Mereka tidak peka pada ungkapan hati rakyat yang menanti setiap janji yang pernah berkumandang pada masa kampanye. Akibatnya, komunikasi "satu arah" menjadi paling dominan. Banyak pejabat publik berbicara dalam format monolog seperti pidato resmi atau pernyataan pers, tetapi jarang membuka ruang untuk dialog dua arah. Sehingga, rakyat merasa hanya menjadi objek komunikasi, bukan subjek yang didengar dan dilibatkan dan pejabat publik hanya dianggap wakil yang hanya menyuarakan partainya saja.