Akademisi Sorot Peran Media Sosial Sebagai Infrastruktur Penyelamat Saat Bencana
PRINDONESIA.CO | Jumat, 05/12/2025
Akademisi Sorot Peran Media Sosial Sebagai Infrastruktur Penyelamat Saat Bencana
Peran Media Sosial Sebagai Infrastruktur Penyelamat Saat Bencana
doc/PR INDONESIA

JAKARTA, PRINDONESIA.CO –   Di tengah banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah provinsi di Pulau Sumatera termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, media sosial membentuk jaringan hidup bergerak yang cepat. Hal tersebut disampaikan oleh dosen Politeknik Media Jakarta Dr. Eko Wahyuanto.

Eko menjabarkan, dalam konteks banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera, satu unggahan warga mengalir ke grup desa, lalu diperkuat dengan pemengaruh lokal, hingga menyebar viral lewat tagar, sebelum akhirnya diliput media nasional dan mendorong respons pemerintah. “Dalam hitungan jam, suara kecil korban menjadi gelombang bantuan besar yang menyelamatkan nyawa,” tulisnya dalam artikel opini yang terbit di ANTARA News, Kamis (4/12/2025).

Pria yang juga mengajar di Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta itu merujuk penelitian Social Media and Crisis Communication (2025) karya Prof. Deen Freelon dari University of North Carolina menjelaskan, era “blackout komunikasi” akibat bencana alam, sejatinya telah membuat media sosial berubah dari platform hiburan menjadi infrastruktur kemanusiaan paling tangguh yang pernah ada. Deen dalam penelitiannya mencatat, kecepatan penyebaran informasi di media sosial 12-18 kali lebih cepat daripada saluran resmi di 30 menit pertama krisis.

Eko dengan mengambil contoh situasi yang terjadi di Tanah Datar, Sumatera Barat memaparkan, satu unggahan video di Instagram berdurasi 18 detik dari seorang Ibu yang bertahan di atap masjid telah memungkinkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) keesokan paginya melakukan evakuasi. “Itu bukan keajaiban, tetapi hukum baru komunikasi krisis yang pernah terjadi saat bencana di beberapa negara lain. Ketika institusi lumpuh, warga biasa dengan ponsel menjadi first informer yang paling efektif,” jelasnya.

Oksigen Informasi

Selaras dengan itu, laporan Global Assessment Report 2025 dari United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR) mengungkap, putusnya akses internet saat bencana alam berarti terputusnya oksigen informasi bagi korban. Laporan tersebut bahkan menjelaskan, ketika koneksi internet padam saat krisis, maka angka kematian meningkat hingga 23 persen.

Untuk itu, Eko mendorong Indonesia untuk mengaktifkan media sosial sebagai infrastruktur kebencanaan resmi. Dalam konteks ini ia mengusulkan pembentukan infrastruktur semacam war room digital yang dapat beroperasi 24 jam di setiap BPBD provinsi/kabupaten yang rawan bencana. “Verifikasi laporan warga dalam 5 menit dapat dilakukan lewat video call. Untuk verifikasi dapat ditandai dengan badge terverifikasi BNPB pada postingan valid. Ketika air bah datang, 10 menit pertama adalah penentu hidup-mati, dan di 10 menit itu, satu postingan, satu story, satu grup WhatsApp dapat dilihat jutaan orang,” pungkasnya. (EDA)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI