Guru Besar Komunikasi Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad membagikan empat cara sederhana agar pejabat publik bisa berkomunikasi tanpa blunder. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Komunikasi yang terkesan bercanda atau menggunakan bahasa populis dapat berujung blunder, khususnya jika yang menyampaikannya adalah pejabat publik. Hal ini ditegaskan oleh Guru Besar Komunikasi Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Nyarwi Ahmad, bahwa tren komunikasi tersebut sering dilakukan oleh pejabat selama lebih dari satu dekade.
Dalam pandangan Nyarwi, komunikasi publik dan komunikasi politik para pejabat di Indonesia sejauh ini cenderung ekspresif, dan informal. “Ditambah, penggunaan bahasa populis yang kurang hati-hati membuat karakter personal tokoh lebih menonjol dibandingkan karakter komunikasi professional sesuai jabatannya,” ujar Nyarwi dikutip dari detikJogja, Rabu (13/8/2025).
Oleh karena itu, Nyarwi pun membagikan lima cara agar pejabat Indonesia dapat berkomunikasi secara efektif tanpa blunder.
1. Kenali Peran saat Bicara di Ruang Publik
Pejabat publik harus bisa memisahkan diri untuk bertindak selaku individu atau sebagai pejabat mewakili institusi negara ketika menyampaikan pernyataan. Pastikan pula gaya penyampaian sesuai dengan peran resmi. Adapun narasi yang digunakan bisa dalam format santai, selama tetap berpegang teguh para profesionalitas.
2. Bentuk Tim Khusus
Susun tim khusus untuk merancang strategi komunikasi publik yang tepat dan terstruktur. Nyarwi yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) menjelaskan, tim ahli dalam konteks ini termasuk juru bicara yang dapat membantu mengelola manajemen komunikasi pejabat.
3. Hindari Bahasa Populis yang Melewati Batas
Gunakan bahasa yang mudah dicerna dengan mempertimbangkan kesantunan, norma dan etika. Nyarwi menilai, banyak argumen yang disampaikan tanpa dasar norma, regulasi, nilai etis. “Kalau berkomunikasi dengan cara yang formal terkesan kaku, tidak menarik, tidak viral dan tidak menjadi perhatian publik. Namun, seringkali kebablasan menjadi lost control,” ujarnya.
4. Segera Klarifikasi dan Minta Maaf
Jika terjadi blunder, langkah terbaik adalah memberikan klarifikasi secepat mungkin dan menyampaikan permintaan maaf secara tulus sembari menunjukkan komitmen perubahan. Hal ini dapat menunjukkan tanggung jawab dan membantu memulihkan kepercayaan publik.
Nyarwi menekankan, secara garis besar, komunikasi pejabat publik harus mengutamakan kehati-hatian, profesionalisme dan kesesuaian konteks agar pesan tersampaikan dengan baik tanpa menimbulkan polemik. (EDA)