Ketulusan dalam berucap, dan rasa penyesalan yang ditunjukkan lewat bahasa tubuh, membuat komunikasi yang dijalankan Dirut KAI Didiek Hartyanto terkait insiden anjloknya kereta argo Bromo Anggrek berhasil mempertahankan kepercayaan publik.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Beberapa waktu lalu, kereta api (KA) Argo Bromo Anggrek mengalami anjlok di Subang, Jawa Barat, tepatnya pada Jumat (1/8/2025). Insiden ini pun segera menjadi sorotan publik. Namun, respons cepat dan terbuka dari PT Kereta Api Indonesia Persero (KAI) berhasil meredam lonjakan isu sehingga tidak menjadi krisis yang mengancam reputasi.
Diketahui beberapa saat setelah kejadian dilaporkan, Direktur Utama (Dirut) KAI Didiek Hartyanto didampingi Vice President (VP) KAI Yuskal Setiawan dan VP Public Relations KAI Anne Purba, langsung menemui publik melalui konferensi pers di Stasiun Gambir, Jakarta, Minggu (3/8/2025), untuk menyampaikan permintaan maaf. “Saya mohon maaf atas ketidaknyamanan, ketidaklancaran, dan gangguan keterlambatan yang jumlahnya cukup banyak,” ujar Didiek.
Sekilas, kehadiran Didiek beserta jajarannya di konferensi pers tersebut tak ada bedanya dengan apa yang sering dilakukan perusahaan lain ketika mengalami masalah cukup serius. Dalam kesempatan tersebut ia menjelaskan secara komprehensif dari mulai kronologi kejadian, dampak terhadap penumpang dan operasional KAI, hingga langkah selanjutnya yang akan diambil.
Namun, ada yang berbeda dari gestur Didiek yang membuatnya mendapat sorotan positif dari publik. Terlihat dalam momen tersebut Didiek sempat membungkukkan badan sebagai bentuk penghormatan dan rasa penyesalan atas dampak yang dialami penumpang maupun masyarakat.
Ketulusan dalam berucap, dan rasa penyesalan yang ditunjukkan lewat bahasa tubuh, membuat komunikasi yang dijalankan Didiek berhasil mempertahankan kepercayaan publik. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana publik mengapresiasi gaya dan cara komunikasi Didiek pada insiden kali ini hingga viral di media sosial.
Mengelola Situasi Krisis
Langkah yang diambil Didiek beserta jajarannya, agaknya dapat menjadi teladan dalam manajemen komunikasi krisis. Dalam konferensi pers tersebut, Didiek dengan apik menggambarkan bagaimana seharusnya kepemimpinan yang humanis dan berorientasi pada pelayanan publik dijalankan.
Seperti pernah disampaikan oleh founder & Principal Consultant NAGARU Communication Dian Agustine Nuriman dalam workshop “From Crisis to Opportunity: Membangun Kembali Kepercayaan Publik Pasca Krisis” yang digelar PR INDONESIA, Rabu (7/5/2025), salah satu poin penting dalam komunikasi publik adalah memiliki sense of heart, alias berkomunikasi dengan hati dan empati. “Raut wajah, cara bicara, hingga pakaian yang dikenakan saat hadir di lokasi krisis sangat berpengaruh, dan memiliki makna simbolik yang sangat penting,” ujarnya. (eda)