JAMPIRO #3, Andi Primaretha: Tantangan PR di Era Digital
PRINDONESIA.CO | Jumat, 25/08/2017 | 3.187
JAMPIRO #3, Andi Primaretha: Tantangan PR di Era Digital
Pakar Digital PR Andi Primaretha berbicara di depan peserta Workshop PR Under 30 dalam rangkaian JAMPIRO #3, di Yogyakarta, Kamis (24/8/2017).
Freandy/PR INDONESIA

YOGYAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di era digital, peran PR terus berevolusi. PR yang semula berperan penuh untuk institusi, kini tugas dan perannya mulai melibatkan perangkat lunak (software). “Bahkan, press release pun bisa diciptakan melalui software,” ujar Andi Primaretha, pemateri kedua dalam Workshop PR Under 30: “A-Z of Public Relations from Writing Skills to Digital PR Strategy” dalam rangkaian JAMPIRO #3, di Yogyakarta, Kamis (24/8/2017).

Menurut pria yang berprofesi sebagai dosen di London School of Public Relation (LSPR) ini, persaingan menjadi PR juga kian sengit. Selain banyak orang non PR yang masuk menjadi praktisi PR, kompetitor baru PR adalah robot. Hal ini karena adanya digital disruption seperti Traveloka di bidang traveling, Lazada dan Bukalapak pada e-commerce, serta UBER dan GOJEK di segmen pasar jasa transportasi.

Pada saat yang sama, lanjut Andi, jumlah pengguna yang mengonsumsi media sosial juga semakin banyak. Hal ini menciptakan perilaku baru dalam merespon pasar. Mulanya dalam pikiran calon pembeli terjadi attention (perhatian), interest (tertarik), desire (hasrat), dan memory (masuknya produk atau jasa ke dalam ingatan) sebelum menentukan akan membeli produk, kemudian barulah terjadi action yaitu melakukan pembelian.

“Sekarang berubah jadi attention, interest dan ada tambahan lagi yaitu search, action, dan share,” jelas Andi. Tidak dapat dimungkiri kecenderungan pembeli adalah mencari di mesin pencari apapun yang dibutuhkan, lalu setelah mendapatkan produk atau jasa akan dibagi di media sosial melalui testimoni.

Andi menegaskan, keberlimpahan informasi yang diproduksi oleh pengguna media sosial merupakan dampak dari banyaknya Gen Y (lahir tahun 1981 – 1995) sebagai digital native. “Cirinya mereka cenderung lebih aktif, mereka sebagai creatornya,” terang Andi. Namun, banyaknya konten-konten yang diproduksi mereka, berdasarkan data dari AT&T, lebih banyak daripada kemampuan masyarakat pengguna internet mengonsumsi konten-konten tersebut.

Ia menyarankan agar publik mulai memaksimalkan penggunaan media, baik yang “bisa dikontrol” maupun yang “tidak bisa dikontrol”. Media yang bisa dikontrol misalnya owned media, rented media, dan paid media. Sedangkan media yang “tidak terkontrol” antara lain earned media yaitu berupa pendapat-pendapat pihak yang berpengaruh seperti karyawan, media, serta konsumen. Selain itu adapula search engine yang pengaruhnya sangat viral.

Ketika informasi bergerak cepat menjadi viral, kata Andi, akhirnya isunya seringkali sulit untuk dibendung. “Sekarang influencer bisa jadi lebih jago daripada website perusahaan,” papar Andi. Ia menjelaskan bahwa banyak institusi/perusahaan dari luar negari yang telah membuat laman khusus untuk wartawan bernama newsroom page. “Jadi ketika selesai press conference, ada integrasi langsung di-share di media sosial,” tambahnya. Hal ini juga dapat menjadi angkah antisipasi apabila media memberitakan buruk peforma perusahaan.

Selain itu, mengemas image perusahaan juga menjadi penting untuk pengguna internet. Andi mencontohkan strategi evalube, sebuah produk oli yang menggunakan website dengan www.gilamotor.com. Adapula www.indonesiakaya.com yang berisikan konten keindahan budaya Indonesia hasil produksi dari Djarum Foundation Bakti Budaya. “Jadi sudah nggak perlu melulu ngemis ke media, buat aja media sendiri,” kata Andi.

Bagi Andi, di era kekinian, pengemasan konten digital tidak lagi melalui hard selling, melainkan soft selling. Konten dapat dikemas melalui tiga pembagian, hygiene content yang diproduksi secara rutin dan dibagi di media sosial yang dekat dengan segmentasi pasar. Adapula hub content seperti drama series Tropicana Slim berjudul “SORE” yang memasukkan pesan-pesan untuk menjaga kesehatan. Kemudian hero content seperti yang dilakukan Red Bull. “Dengan ini, kita lebih preventif dan adaptif,” saran Andi menutup presentasinya. (Dia/Nif)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI