Praktik “Artwashing” bisa Jadi Bumerang Reputasi
PRINDONESIA.CO | Selasa, 09/09/2025
Praktik “Artwashing” bisa Jadi Bumerang Reputasi
Ilustrasi artwashing
doc/seesawmag

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Selain istilah greenwashing yang merujuk pada praktik tidak jujur untuk membuat produk atau perusahaan tampak lebih ramah lingkungan dari seharusnya, ada lagi praktik artwashing yang tak kalah penting untuk diantisipasi para praktisi public relations (PR). 

Mengutip laman Public Relations Clubhouse, Minggu (7/9/2025), artwashing merujuk pada inisiatif perusahaan yang memiliki rekam jejak merusak lingkungan untuk memoles citranya dengan mendanai kegiatan seni, musik atau kebudayaan.

Lebih lanjut mengutip aktivis dan penulis buku Artwash: Big Oil and the Arts (2015) Mel Evans, alasan perusahaan semacam itu ingin mensponsori kegiatan seni adalah untuk mendapatkan gengsi yang melekat pada organisasi seni terkemuka, sekaligus menutupi protes lokal. “Sponsor perusahaan perusak lingkungan dapat menjadi ancaman, sekaligus menjadi strategi public relations (PR) yang sinis,” tulisnya dilansir Theguardian.com, Minggu (19/4/2015).

Contoh kasus praktik artwashing baru terjadi di Indonesia pada festival musik Pestapora 2025 yang mendapat sponsor dari salah satu perusahaan tambang. Alih-alih berhasil memoles citra, keterlibatan perusahaan tersebur dalam festival tahunan itu justru memicu resistensi dari para musisi yang seharusnya tampil. Sebagian dari mereka kompak mundur dari penampilan. 

“Backfire” Perusahaan

Temuan serupa terungkap dalam laporan Ethics in Arts Sponsorship (2018) oleh Frances Richens. Hasilnya, dari 589 responden dari praktisi seni dan budaya mayoritas menekankan bahwa setiap organisasi seni harus mempertimbangkan latar belakang sponsor, termasuk rekam jejak etis dan reputasi publiknya sebelum menerima dana.

Dalam laporan tersebut juta dijelaskan bahwa praktik artwashing merupakan taktik bagi entitas problematik untuk “membersihkan” citra mereka. Namun, seringkali langkah ini berbalik menjadi tindakan yang tidak etis bagi perusahaan.

Secara umum, pendekatan strategi PR berbasis seni harus disertai dengan integritas, transparansi, dan kesesuaian nilai agar tidak terkesan manipulatif. (EDA)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI