Menurut Sekretaris Umum Perhumas Benny Siga Butarbutar, pemikiran strategis diperlukan untuk menjawab tantangan jangka panjang.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumas) Indonesia menegaskan bahwa kolaborasi merupakan aspek penting dalam menjalankan strategi komunikasi, khususnya bagi praktisi public relations (PR). Oleh karena itu, setiap praktisi PR perlu memahami posisi dan perannya agar dapat membangun kolaborasi yang tepat sasaran. Dalam konteks ini, Sekretaris Umum Perhumas Benny Siga Butarbutar mengatakan, pemilihan mitra kolaborasi harus disesuaikan dengan konteks dan tujuan.
Jika kolaborasi berdampak pada internal perusahaan, terang Benny, maka reputasi pihak yang diajak bekerja sama menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan. Sebaliknya, jika kerja sama mencakup pihak eksternal, praktisi PR harus memastikan kolaborasi tersebut memberikan dampak yang lebih besar serta berkelanjutan. “Pemikiran strategis diperlukan untuk menjawab tantangan jangka panjang,” ujarnya dalam acara The Iconomics 6th Indonesia Public Relation Summit 2025 di Auditorium Kementerian Pariwisata, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Benny juga menekankan, seorang praktisi PR harus terus meningkatkan kapasitas dan wawasan agar mampu merespons dinamika tantangan yang berkembang. Kemampuan berpikir strategis, tegasnya, akan menentukan arah kolaborasi, termasuk bagaimana inovasi dan sinergi menjadi bagian dari transformasi perusahaan.
Kepercayaan Publik Jadi Kunci Kolaborasi Efektif
Lebih lanjut, pria yang juga merupakan dosen Ilmu Komunikasi LSPR Institute sekaligus Senior Advisor for Media and Communication Perum BULOG itu mengingatkan, kolaborasi memerlukan langkah-langkah yang tepat untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Dalam konteks ini, Benny merekomendasikan agar setiap perusahaan menempatkan fungsi corporate communication pada posisi strategis demi memastikan keberhasilan sekaligus keberlanjutan kerja sama. Hal ini selaras dengan pandangan Public Relations Society of America (PRSA) yang melihat corporate communication sebagai pengarah persepsi investor, karyawan, dan publik secara luas.
Selain itu yang juga harus diperhatikan, dewasa ini kepercayaan publik telah menjadi landasan kolaborasi yang efektif. Edelman Trust Barometer 2025 menunjukkan pentingnya komunikasi yang jujur dan dialogis untuk meredakan polarisasi serta mendorong partisipasi publik yang konstruktif. Sebab, ketika kolaborasi dirancang untuk menciptakan nilai sosial jangka panjang, maka organisasi akan lebih mudah meraih “license to operate” dari para pemangku kepentingan. (EDA)