Sekolah Vokasi UGM Dorong Peningkatan Kapasitas Kehumasan Lewat “Workshop”
PRINDONESIA.CO | Jumat, 01/08/2025
Sekolah Vokasi UGM Dorong Peningkatan Kapasitas Kehumasan Lewat “Workshop”
workshop Peningkatan Kapasitas Kehumasan SV UGM 2025, Rabu (30/7/2025).
doc/ugm

YOGYAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (SV UGM) menyelenggarakan workshop Peningkatan Kapasitas Kehumasan SV UGM 2025, Rabu (30/7/2025), untuk memperkuat peran humas dalam menghadapi tantangan komunikasi di era digital. Kegiatan ini ditujukan bagi pimpinan dan pengelola kehumasan dari departemen program studi lingkungan SV UGM, serta beberapa staf dari kantor pusat UGM.

Dalam sambutannya, Wakil Dekan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Dr. Wiryanta, S.T., M.T. menekankan pentingnya membangun kemampuan kehumasan yang adaptif dan cermat dalam membaca situasi komunikasi publik. “Kebenaran saat ini bukan lagi soal substansi, tetapi soal persepsi. Sebagai pembaca dan pelaku komunikasi, kita harus jeli dalam menafsirkan informasi yang tersebar di media sosial,” ujarnya dilansir laman resmi  UGM, Kamis (31/7/2025).

Wiryanta berharap, adanya kegiatan ini dapat memperkuat peran humas sebagai ujung tombak komunikasi di lingkungan vokasi agar mampu memposisikan diri secara tepat, baik secara personal maupun institusional dalam menghadapi potensi krisis yang muncul di lingkungan akademik.

Sementara itu founder WNJ Kreatif Indonesia sekaligus praktisi komunikasi pemasaran Winda Mizwar Pratiwi, S.E., M.I.Kom lewat materi bertajuk Manajemen Krisis dan Komunikasi Proaktif menekankan pentingnya empati, narasi, dan sistem komunikasi dalam situasi krisis. Menurutnya, penanganan krisis dewasa ini bukan hanya soal kecepatan respons. “Kunci menghadapi badai isu adalah kemampuan untuk melihat, mendengar, menenangkan, menghubungkan, melindungi dan memberi harapan,” ujar Winda.

Konsep “Indera Organisasi”

Lebih lanjut Winda menjelaskan, perlu adanya penguatan konsep indera organisasi untuk memantapkan kepekaan institusi  terhadap potensi krisis. Konsep ini, terangnya, mencakup peran “mata publik” untuk memantau (monitoring) media sosial, “telinga sosial” untuk menangkap keresahan, “kulit organisasi” untuk merasakan suhu emosi, “hidung isu” yang mampu mendeteksi percikan kecil gosip, dan “hati nurani” untuk menakar respons secara etis dan bijak. “Kesadaran emosional dan pemahaman terhadap cara audiens menerima informasi menjadi kunci dalam membentuk narasi publik,” lanjutnya.

Untuk memperkuat pemahaman peserta, workshop tersebut juga dilengkapi dengan simulasi krisis berjudul Vokasi Under Pressure. Dalam praktiknya, peserta dilatih untuk menghadapi skenario krisis melalui simulasi konferensi pers, sesi tanya jawab dengan media serta pihak kepolisian. (eda)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI