Dalam PR Webinar Series #1, Bank Indonesia dan OJK bercerita soal strategi komunikasi bisnis terpadu. Kedua institusi sepakat, era digital menuntut transparansi yang maksimal dari jasa keuangan Indonesia.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Para profesional komunikasi di bidang jasa keuangan berkumpul membahas makna akuntabilitas, kepercayaan publik, dan reputasi digital dalam PR Webinar Series #1 bertajuk "Merawat Kepercayaan Publik dan Reputasi di Era Digital: Akuntabilitas Komunikasi Bisnis Jasa Keuangan di Tengah Ketidakpastian" besutan HUMAS INDONESIA, Selasa (11/6/2025).
Dalam kesempatan ini, hadir sebagai pembicara kunci (keynote speaker) Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso, dan Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ismail Riyadi.
Pada paparannya, Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi menekankan peran krusial komunikasi publik OJK dalam menjaga stabilitas sektor keuangan dan kepercayaan masyarakat. "OJK berkomitmen pada keterbukaan informasi sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik," ungkapnya.
Ismail menjelaskan, saat ini OJK menerapkan beberapa strategi untuk menjaga reputasi dan akuntabilitas kebijakan, seperti melibatkan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi melalui publikasi draft peraturan di website resmi untuk mendapat masukan masyarakat. Selain itu juga mengadakan diskusi publik bersama pengamat ekonomi, akademisi, dan media. Tak ketinggalan, menyelenggarakan konferensi pers bulanan yang terbuka untuk masyarakat dan pemangku kepentingan.
Sebagai wujud komitmen transparansi, lanjut Ismail, OJK telah meraih predikat badan publik informatif dari Komisi Informasi Pusat. Lembaga ini juga membentuk tim ahli untuk memantau isu setiap sektor jasa keuangan guna menjaga persepsi publik secara tepat sasaran.
Evolusi dan Tantangan Komunikasi Bank Sentral
Sementara itu Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso dalam kesempatannya menjelaskan, komunikasi bank sentral saat ini telah bertransformasi dari yang semula sangat tertutup hingga menjadi instrumen kebijakan vital.
Dalam konteks ini, mengutip pernyataan Mario Draghi dari European Central Bank, ia menggarisbawahi bahwa komunikasi bank sentral adalah inti kebijakan moneter. Ia juga menukil pandangan Gubernur BI Perry Warjiyo tentang komunikasi efektif sebagai instrumen untuk membentuk ekspektasi masyarakat.
Adapun secara tantangan, katanya, BI kini menghadapi audiens yang telah berubah menjadi marketer. Dengan kata lain, terangnya, audiens BI kini dapat menyebarkan informasi dengan lebih cepat, sementara publikasi bank sentral cenderung memiliki tingkat kesulitan untuk dibaca.
Oleh karena itu, lanjutnya, BI mengembangkan tiga strategi komunikasi komprehensif untuk mengatasi tantangan yang ada. Pertama, strategi proaktif dan edukatif dengan melakukan komunikasi reguler tanpa menunggu krisis sambil fokus pada edukasi keuangan.
Kedua, strategi responsif dan tanggap krisis melalui pemantauan media sosial dan penyediaan saluran komunikasi yang mudah diakses. Ketiga, memaksimalkan teknologi dan kolaborasi dengan memanfaatkan platform digital resmi, otomatisasi kecerdasan buatan, serta menjalin kerja sama dengan regulator, industri, dan influencer.
Sebagai contoh mengenai penanganan krisis komunikasi, Ramdan mengambil kasus viral penukaran uang logam di BI Batam yang sempat menimbulkan persepsi negatif. Melalui konferensi pers, koordinasi dengan kepolisian dan media, serta penjelasan prosedur yang tepat, jelasnya, BI pun berhasil menghentikan pemberitaan negatif dan memulihkan persepsi positif masyarakat.
Meski sedang menghadapi tantangan komunikasi di tengah ketidakpastian global dan perkembangan teknologi digital, baik OJK dan BI tampak telah mengembangkan strategi komprehensif untuk menjaga kepercayaan publik dan reputasi institusi, melalui komunikasi yang efektif, transparan, dan akuntabel. (ARF)