Menurut Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro (Undip) Dr. Yanuar Luqman, Humas Polri tidak boleh menunggu viral baru klarifikasi tetapi harus membangun narasi yang proaktif berbasis data.
SEMARANG, PRINDONESIA.CO - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan salah satu institusi yang kerap mendapat sorotan miring dari publik. Alasannya, karena ada cukup banyak kasus yang terjadi di lingkar kepolisian. Sebut saja beberapa yang baru dan sempat viral seperti pembredelan lagu band Sukatani, hingga kekerasan aparat terhadap demonstran RUU TNI.
Kasus demi kasus tersebut secara langsung menggerus kepercayaan publik dan citra Polri. Sebagaimana tercatat dalam survei Litbang Kompas pada Januari 2025, citra positif Polri hanya berada di angka 65,7 persen. Oleh karena itu, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro (Undip) Dr. Yanuar Luqman, M.Si., mengatakan, humas Polri perlu menekankan strategi komunikasi proaktif guna membangun kembali citra institusi.
Disampaikannya dalam diskusi panel pada Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Divisi Humas Polri 2025 di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, Selasa (6/5/2025). Yanuar menjelaskan, dalam situasi sekarang Humas Polri tidak bisa lagi hanya bersifat reaktif layaknya pemadam kebakaran, tetapi proaktif dengan berlandaskan kepada narasi. “Harus membangun narasi yang proaktif berbasis data supaya tidak bisa dipatahkan. Jangan tunggu viral dulu baru klarifikasi,” tegas Yanuar terlansir dari keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).
Komunikasi Proaktif
Yanuar juga menilai bahwa fenomena framing sering kali terjadi akibat keterlambatan klarifikasi dari institusi. Padahal, katanya, informasi negatif lebih cepat menyebar di media sosial. Selaras dengan itu, imbaunya, anggota Polri juga bisa aktif berkomunikasi dengan masyarakat seperti lewat konten-konten media sosial sebagaimana dijalankan anggota Polres Lamongan Ipda Purnomo.
Menurut Yanuar, aktivasi positif seperti dilakukan Purnomi bisa diadopsi oleh jajaran Polri hingga ke tingkat polsek, “Kalau tokoh-tokoh seperti Pak Purnomo di Lamongan bisa mengayomi masyarakat, bahkan yang terlantar sekalipun, kenapa tidak ditiru di polsek atau polres? kampanye-kampanye positif seperti ini akan berdampak pada citra institusi secara keseluruhan,” ucapnya.
Seakan melengkapi Yanuar, dosen Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Digital Universitas Negeri Jakarta Wasono Adi dalam opininya Kumparan.com pada Senin (24/2/2025), menyampaikan, jika Polri ingin mendapatkan legitimasi yang kuat di masyarakat, maka diperlukan komunikasi strategis yang berbasis transparansi, keterbukaan, dan profesionalisme sebagai standar dalam merespons kritik. “Sebab ketika kritik dibungkam, bukan hanya suara individu yang hilang, tetapi juga kepercayaan publik terhadap institusi itu juga hilang,” pungkasnya. (eda)