Menyoal Komunikasi Politik Pejabat Lewat Konten Media Sosial
PRINDONESIA.CO | Senin, 05/05/2025
Menyoal Komunikasi Politik Pejabat Lewat Konten Media Sosial
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi
doc/liputan6

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi belakangan menjadi buah bibir lantaran pendekatan komunikasinya yang unik dan aktif di media sosial. Seperti dapat disaksikan, sejak dilantik sebagai gubernur pada Kamis (20/2/2025), Dedi memanfaatkan platform digital untuk mengomunikasikan aktivitas kepemimpinannya, mulai dari blusukan hingga interaksi langsung dengan masyarakat.

Namun, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud menyentil, aktivasi di platform digital tersebut membuat Dedi menjadi “gubernur konten”. Hal itu ia sampaikan ketika rapat Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Selasa (29/4/2025). Kendati dianggap demikian, Dedi menjelaskan, aktivasinya justru membantu efisiensi anggaran iklan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dari Rp50 miliar menjadi Rp3 miliar.

Sementara itu menurut Pakar Komunikasi Politik Universitas Brawijaya Verdy Firmantoro, pendekatan komunikasi Dedi tidak hanya untuk tujuan penyampaian informasi. Lebih jauh, katanya, guna membangun narasi. “Pendekatan menyapa publik secara langsung melalui beragam kanal media, tidak hanya untuk menyampaikan informasi saja. Namun, dapat membangun narasi sebagai pemimpin yang merakyat, responsif, dan empatik,” ujarnya dilansir dari CNN Indonesia, Rabu (30/4/2025). 

Lebih lanjut, terang Verdy, pendekatan komunikasi yang dilakukan Dedi sejatinya bukan barang baru. Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo (Jokowi) saat masih menjabat Wali Kota Solo dan Gubernur Jakarta juga  kerap melancarkan pendekatan komunikasi serupa.

Dua Sisi

Verdy menilai, strategi yang ditempuh Dedi dapat disebut berhasil, karena pola komunikasi yang diusung sesuai dengan segmentasi masyarakat Jawa Barat. Terlebih, kata dia, warga Jawa Barat memiliki basis generasi muda yang aktif secara digital, sehingga Dedi memiliki sumber daya yang memadai untuk mengakses konten komunikasinya.

“Ini penting karena keberhasilan komunikasi politik bergantung pada relevansi saluran dan pesan dengan karakter publiknya. Langkah Dedi bisa dinilai sebagai adaptasi strategis yang kontekstual,” jelas Verdi.

Terlepas dari itu, lanjut Verdi, gaya kepemimpinan Dedi turut menyimpan potensi dampak baik dan buruk. Baiknya, dapat meningkatkan elektabilitas lantaran menunjukkan pola komunikasi yang terasa nyata dan empatik. Namun, pendekatan Dedi juga berpeluang menciptakan simbolisme kepemimpinan.

“Jika terlalu berlebihan, bisa terjebak dalam komunikasi politik yang artifisial, dimana persepsi menjadi lebih penting dari pencapaian kebijakan. Selain itu, pendekatan seperti ini membuat ekspektasi atau harapan publik semakin tinggi, sehingga jika ada kesalahan atau penurunan performa kinerja bisa saja resistensi dan kritik publik akan lebih besar,” pungkasnya. (eda)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI