Bercerita di Masa Sulit
PRINDONESIA.CO | Kamis, 07/05/2020 | 1.662
Bercerita di Masa Sulit
Dalam menyampaikan cerita, harus ada tokoh utama
Dok. Istimewa

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di masa normal yang baru atau the new normal ini, praktisi PR mulai melirik media digital untuk menyampaikan pesannya secara optimal. Media digital dalam format apapun sangat serbaguna sebagai media komunikasi,” kata Director of Communications Tanoto Foundation Haviez Gautama dalam webinar PERHUMAS bertajuk “PR & Storytelling in Difficult Times!”, Jumat (1/5/2020).  

Yang penting, cara mengemas ceritanya.  Menurut Haviez, ini saatnya praktisi PR keluar dari kebiasaannya mengirimkan lembar fakta. “Inilah saatnya praktisi PR lebih kreatif mengemas cerita tentang korporasinya,” ujarnya.

Ada tiga tahapan dalam bercerita. Antara lain, conflict, chase, payoff. Di tahap konflik, praktisi PR harus memaparkan data di awal sehingga publik tahu masalah yang sedang dihadapi. Tahap kedua, chase. Praktisi PR harus menceritakan upaya yang telah dilakukan perusahaan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sementara payoff, jelaskan dampaknya kepada publik

Selain itu, perhatikan juga tokoh utamanya. Contoh, ketika Tanoto Foundation memberi donasi APD kepada tenaga medis. Cerita yang diangkat bukan tentang banyaknya donasi yang diberikan. Sebaliknya, gunakan pendekatan komunikasi dengan menggunakan medium key. “Yang kami angkat sebagai tokoh pahlawan adalah tenaga medis, bukan Tanoto Foundation,” ujar Haviez.

Ceritakan pula prosesnya. Seperti pengalaman ketika mereka hendak mewujudkan niat baik, namun tidak berjalan mulus. “Produk APD dari Nanchang Tiongkok tidak bisa sampai ke Indonesia. Kami memutuskan menyewa jet pribadi dari Nanchang ke Halim Perdana Kusuma,” katanya. Alhasil, dari proses panjang tadi terciptalah cerita menarik bagi publik.  

Pengalaman serupa dirasakan oleh Head of PR and Partnership Media Academy Henny Puspitasari ketika masih berkarier di Metro TV. Saat tsunami Aceh 2004, mengangkat Cut Putri, citizen journalist yang merekam kejadian tsunami. Dari cerita yang dibawa Cut Putri, televisi nasional ini menjadi media yang pertama membuka donasi untuk para korban tsunami. Gerakan storytelling ini mengetuk hati semua lapisan masyarakat. “Ada tokoh pahlawan yang kami angkat saat membuat cerita tersebut,” ujarnya. 

Tak Melulu Haru Biru

Meski begitu, cerita tak melulu harus mengharu biru untuk dapat menyentuh hati publik. Bisa juga mengemas cerita bernada optimis. Contoh, pasien yang sembuh dari Covid-19. Seperti yang dilakukan Director of Marketing & Communications Intercontinental Jakarta T. Marlene Danusutedjo.

Ya, industri pariwisata termasuk perhotelan merupakan salah satu lini usaha yang paling terdampak selama pandemi ini. Tak mau terus terpuruk, Marlene bersama timnya meluncurkan program “Let Us Come To You”, pengalaman home delivery bagi pelanggan yang ingin merasakan hidangan restoran. “Program ini kami kemas dalam bentuk cerita,” ujarnya.

Menurutnya, selalu ada peluang bagi praktisi PR dari on-line tools. Terutama, cara PR untuk tetap meraih pelanggan, meski mereka tidak bisa menyapa secara langsung dari hotel. “Ketika kita selalu terkoneksi dan berkomunikasi, harapannya setelah pandemi berakhir,  brand hotel tetap menjadi top of mind,” katanya. (rvh)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI