Kualitas Media Nasional dengan Lokal Masih Kontras
PRINDONESIA.CO | Kamis, 16/01/2020 | 1.944
Kualitas Media Nasional dengan Lokal Masih Kontras
Media harus memberikan keseimbangan antara berita pendek dan in-depth reporting
Malik/SPS

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Memasuki hari kedua, kompetisi yang rutin diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) ini menghadirkan tiga juri. Ketiganya sepakat kualitas jurnalisme tiap peserta mengalami peningkatan. Namun, tahun ini perbedaan antara media nasional dengan lokal tampak makin mencolok. Mengapa?

Hal ini dirasakan oleh juri IPMA dan IyRA Ndang Sutisna yang ditemui PR INDONESIA usai menunaikan tugasnya. Perbedaan tersebut, menurutnya, terletak pada ide, fotografi dan tipografi. Perbedaan pertama terlihat dari segi layout. “Jika media nasional memiliki designer yang sudah mumpuni di bidangnya, media lokal cenderung masih dipengaruhi oleh pemilik maupun dewan redaksi,” ujarnya.

Kedua, kesederhanaan (simplicity). Ia berkesimpulan, masih banyak media lokal yang tampilannya jauh dari kesan simpel. Berbeda dengan media nasional yang umumnya sudah lebih menyadari tentang hal ini.

Ketiga, pemilihan foto dan berita utama (headline). Pria yang telah lama berkecimpung di dunia periklanan itu menilai foto-foto yang ditampilkan media nasional lebih humanis. Untuk itu, ia berharap, ke depan media lokal dapat bercermin dari media nasional dalam hal pemilihan grafis, foto, dan berita utama .

Sementara untuk kategori ISPRIMA dan IPMA, President Director Prominent PR Ika Sastrosoebroto memastikan bahwa penjurian berlangsung adil (fair). “Menurut saya penilaian ini sangat fair karena setiap mahasiswa ditempatkan di ekosistemnya masing-masing sehingga kompetisinya seimbang. Misalnya, antarmahasiswa Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan,” katanya. Khusus untuk kategori IPMA, ia menilai, masing-masing korporasi sudah makin menunjukkan identitasnya dengan narasi yang kian kreatif.

Seimbang

Melihat tren digital yang lebih mengedepankan berita pendek (short news), juri IPMA Agus Sudibyo berpesan agar berita investigasi (in-depth reporting) hendaknya mendapat porsi yang sama. “Di era new media, trennya beralih ke format berita pendek dan informatif. Seolah-olah in-depth reporting ditinggalkan,” ujar pria yang merupakan anggota Dewan Pers periode 2019 - 2022.

Padahal, masyarakat masih membutuhkan berita mendalam. Untuk itu, ia berharap pers Indonesia memberikan keseimbangan antara dua jenis informasi ini.

Agus juga mengimbau agar tajuk rencana, suara pembaca dan artikel opini tetap digarap dengan serius. “Media harus memberi masukan kepada pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait isu-isu publik yang utama. Hal ini yang harus digarap serius,” tutupnya.

Di tahun ini, entri yang masuk untuk kategori ISPRIMA mengalami kenaikan dari tahun 2019, yakni 85 entri dari sebelumnya 76 entri. Kategori IPMA juga mengalami kenaikan yakni 380 entri dari sebelumnya 370 entri. Sedangkan untuk InMA mengalami penurunan dari 240 entri ke 173 entri. Untuk kategori IYRA juga mengalami penurunan dari 79 entri ke 61 entri. (rvh)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI