ROUND UP: Menakar Arah Komunikasi Presiden Jilid Kedua
PRINDONESIA.CO | Kamis, 26/12/2019 | 2.323
ROUND UP: Menakar Arah Komunikasi Presiden Jilid Kedua
Membangun narasi Indonesia Maju.
Dok. PR INDONESIA

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Senin (2/12/2019), Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana secara resmi mengumumkan pembagian klaster Staf Khusus (Stafsus) Presiden. Ada tiga bidang. Antara lain, bidang komunikasi, strategis, dan teman diskusi Jokowi.

Yang menarik, di jilid kedua kali ini, Presiden Joko Widodo tidak hanya mengangkat tujuh dari total 14 stafsus dari kalangan milenial. Namun, ia juga membagi stafsus bidang komunikasi menjadi lebih spesifik. Meliputi, stafsus bidang komunikasi bidang politik pemerintahan, ekonomi, sosial, dan hukum.

Ya, Presiden Joko Widodo memang dikenal sebagai salah satu pemimpin di negeri ini yang memberikan perhatian lebih terhadap peran dan fungsi komunikasi/public relations (PR). Hal itu tampak dari kesungguhannya menyempatkan waktu untuk hadir di setiap kegiatan kehumasan. Ia merasa perlu untuk menyampaikan pesan kepada humas tentang pentingnya peran mereka bagi negara. Terutama, untuk menghadapi tantangan di era arus informasi yang serba cepat dan dinamis.

Dalam setiap pesannya, ia kerap menekankan pentingnya antarhumas lintas K/L/D bersinergi. Di era kepemimpinannya pula publik mengenal adanya agenda setting, narasi tunggal, framing terhadap suatu isu. Kesemuanya tak lain agar masyarakat tidak terombang-ambing oleh informasi yang tidak benar dan meresahkan. Bahkan, di jilid I, ia mengangkat Staf Khusus Presiden khusus di bidang komunikasi, Adita Irawati, yang khusus bertugas membenahi komunikasi di K/L.

Presiden Jokowi juga dikenal sebagai pemimpin yang memiliki personal branding yang kuat. Dengan cara ini, Presiden meyakini dapat menumbuhkan trust dari rakyat kepada pemimpin dan negaranya sehingga mendorong partisipasi masyarakat bersama-sama membangun negeri.

Dari semua hal yang telah dilakukan di masa kepemimpinannya yang pertama, apakah upaya itu efektif? Apakah masih relevan untuk dilanjutkan di masa kepemimpinannya yang kedua?

Cerminan Presiden

Ditemui di sela-sela acara Konvensi Nasional Humas (KNH) 2019 di Yogyakarta, Selasa (17/12/2019), mantan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Adita Irawati justru memandang blusukan sebagai brand yang menunjukkan kekuatan sosok Jokowi yang kita kenal egaliter/mengedepankan persamaan derajat dan bisa diterima oleh semua kalangan.

Strategi ini dinilai cocok dengan komposisi masyarakat Indonesia yang cenderung berada di akar rumput. “Pola komunikasi beliau menurut saya sudah pas dan beliau sangat nyaman dengan itu. Jadi, memang harus terus dilanjutkan,” ujar mantan VP Corporate Communications Telkomsel itu. Asalkan, ia melanjutkan, setiap pesan besar yang akan disampaikan Presiden kepada masyarakat harus diolah sedemikian rupa, diamplifikasi dan diglorifikasikan dengan bantuan media baik media massa maupun internal, media sosial, hingga oleh third party endorser.

Adita tak memungkiri, di era kepemimpinan jilid I Jokowi, masih kerap terjadi ego sektoral antarkementerian dan lembaga. Bahkan, terdapat narasi yang tidak sinkron antara satu sektor dengan lainnya. Menyikapi hal tersebut, ia sebagai Staf Khusus berupaya mengorkestrasikannya supaya narasi bisa didesiminasikan dengan lebih terstruktur dan tersistem. Sehingga, masyarakat akan mendapatkan pesan yang satu napas.

Selain Adita, kami juga menemui Johan Budi. Menurut juru bicara kepresidenan 2014 – 2019, tak sulit untuk menjadi juru bicara Presiden Jokowi. Justru Presiden yang selama ini melakukan inisiatif terobosan komunikasi. “Presiden Jokowi itu tidak perlu menggunakan teori-teori komunikasi, tapi beliau melaksanakan,” katanya. Yang harus digarisbawahi, jubir harus memahami dan mencerminkan karakter Presiden. “Intinya, sebagai jubir jangan malah menciptakan persoalan baru,” imbuh Johan Budi.

Mantan wartawan majalah berita ini berpendapat, ada strategi komunikasi yang dilakukan di jilid pertama dan sebaiknya dilanjutkan di jilid kedua pemerintahan Jokowi. Yakni, sebagai juru bicara tidak mendahului apa yang ingin disampaikan Presiden, kecuali jika Presiden sudah mendelegasikannya. Tujuannya, agar tidak menimbulkan pro, kontra serta kebingungan di masyarakat. “Pernyataan sikap adalah hal yang penting,” ujarnya tegas. 

Narasi Tunggal

Anak Agung Gede Ngurah Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden, yang ditemui PR INDONESIA di kantornya di Jakarta, Selasa (17/12/2019), sependapat. Ia mengatakan, narasi tunggal menjadi strategi komunikasi yang dilanjutkan di era kepemimpinan jilid kedua. Tujuannya, tak lain untuk mewujudkan harmoni komunikasi.

Harmonisasi ini tak hanya berlaku untuk Stafsus Presiden, tapi juga kementerian dan lembaga. “Ada narasi tunggal yang dibangun karena sebenarnya tidak ada visi misi menteri. Yang ada hanya visi misi Presiden dan Wakil Presiden,” terang Ari seraya berpesan agar humas pemerintah dapat membangun narasi humanis, bukan seremonial.

Adapun narasi yang akan dibangun selama lima tahun ke depan adalah Indonesia Maju. Di dalamnya memuat elemen ajakan kepada masyarakat untuk lebih produktif, percaya diri dan fokus bergerak maju.

Bagaimana dengan arah komunikasi di tingkat humas pemerintah? Menurut Dirjen Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Widodo Muktiyo, pekerjaan rumahnya adalah merealisasikan amanah Presiden Jokowi agar humas pemerintah dalam menyampaikan informasi tidak sekadar sent, tapi harus deliver.

Ia mengajak seluruh humas pemerintah untuk membangun pola pikir, passion, dan kebanggaan sebagai seorang humas. “Dengan menjadi humas berarti kita memiliki peran strategis yang berimplikasi pada kebijakan yang lebih luas,” ujarnya. Ia juga mengimbau agar humas jangan hanya bercerita tentang hal-hal teknis. Humas harus berada di ring satu dan menjadi “pembisik” pimpinan. Humas harus terus mengasah kompetensi dan meningkatkan performa layaknya humas swasta.

Sementara itu, Kabag Opini Publik, Produksi Komunikasi, dan Peliputan Kementerian Kesehatan Anjari Umarjianto menyambut baik rencana Presiden melakukan reformasi struktur organisasi. Menurut Ketua Perhumasri itu, inilah momentum bagi humas pemerintah melakukan reformasi struktural.

“Kalau hanya fungsionalnya digeber, sementara strukturalnya tidak cukup memiliki kedudukan yang baik—humas tidak ditempatkan di level strategis— percuma,” katanya.

Jika tidak, Anjari memastikan problematika komunikasi publik yang selama ini terjadi di jilid pertama pemerintahan Jokowi akan terulang. Memang bukan perkara mudah. Perlu ada strategi nasional dan komitmen besar dari lintas kementerian. Namun, Anjari optimistis reformasi struktural ini dapat dilakukan. (rtn)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI