Menakar Arah Komunikasi Presiden Jilid Kedua: Bangun Narasi Humanis, Bukan Seremonial
PRINDONESIA.CO | Kamis, 02/01/2020 | 2.741
Menakar Arah Komunikasi Presiden Jilid Kedua: Bangun Narasi Humanis, Bukan Seremonial
Dok. Pribadi

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut Anak Agung Gede Ngurah Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden, narasi Indonesia maju ini mencakup tiga hal: produktif, percaya diri, dan fokus bergerak maju. Kepada PR INDONESIA yang menemuinya di Jakarta, Selasa (17/12/2019), ia menjabarkannya satu per satu. Pertama, mengajak masyarakat lebih produktif. “Saat ini banyak hal-hal tidak produktif yang menyedot perhatian kita. Hal inilah yang membuat bangsa tertinggal,” katanya.


Kedua, rasa percaya diri. “Kita punya kemampuan berkompetisi untuk lebih maju. Rasa percaya diri ini yang ingin ditumbuhkan oleh Presiden,” ujar pria asal Bali tersebut. Dan, yang ketiga, fokus untuk maju ke depan. Meski, tengah menghadapi banyak kesulitan. “Kesemuanya ini merupakan ajakan yang penting dalam rangka membangun karakter bangsa,” imbuhnya.


Untuk dapat mengomunikasikan hal tersebut, Ari melanjutkan, Presiden dibantu 14 Staf Khusus (stafsus) yang dibagi ke dalam tiga gugus tugas. Antara lain, komunikasi dengan media, komunikasi dengan kelompok strategis, dan teman diskusi Jokowi dari kalangan milenial. Untuk gugus ketiga ini, tugas dari milenial adalah memberi ide tentang inovasi-inovasi yang bisa dilakukan terkait program-program prioritas Presiden dan menjadi jembatan penghubung komunikasi antara Presiden dengan milenial.

Ari mengatakan, keterlibatan milenial merupakan hal menarik di era pemerintahan Jokowi saat ini. Sebab selain stafsus, kita juga bisa menemukan menteri dan wakil menteri dari kalangan milenial. Sekadar informasi, Indonesia pernah mengalami gerentokrasi. Yaitu, kepemimpinan oleh golongan tua sehingga regenerasi kepemimpinan menjadi lambat. Cara ini tidak lagi sesuai dengan kebutuhan sekarang. Hingga akhirnya, di masa pemerintahan saat ini, Jokowi membuka pintu bagi milenial untuk mendengar gagasan dan melibatkan mereka ke dalam pemerintahan.

Narasi Tunggal
Narasi tunggal menjadi strategi komunikasi yang dilanjutkan di era kepemimpinan jilid kedua. Tujuannya, kata Ari, untuk mewujudkan harmoni komunikasi. Harmonisasi ini tak hanya berlaku untuk Stafsus Presiden, tapi juga kementerian dan lembaga. “Ada narasi tunggal yang dibangun karena sebenarnya tidak ada visi misi menteri. Yang ada hanya visi misi Presiden,” terang Ari seraya berpesan agar humas pemerintah dapat membangun narasi humanis, bukan seremonial. Masyarakat bisa memperoleh informasi itu dari berbagai kanal komunikasi. Manfaatkan keberadaan kanal komunikasi tersebut untuk menyampaikan informasi informasi positif dan membangun optimisme rakyat.

Menurut Ari, era disruptif sebenarnya membuat hubungan masyarakat dengan pemerintahan menjadi dekat. Era ini juga dapat diyakini mampu meringkas rantai birokrasi. Keberadaan internet of things, big data dan kecerdasan buatan seharusnya dapat membuat kinerja kehumasan pemerintah berjalan lebih cepat. “Sekarang tinggal bagaimana kita memanfaatkan teknologi untuk berinteraksi sosial dan legitimasi kebijakan oleh pemimpin,” ujarnya.


Kepada humas pemerintah, Ari berpesan agar senantiasa mengantisipasi hoaks dengan cara gencar mengedukasi masyarakat. Salah satunya, melalui literasi digital sehingga masyarakat dapat menyaring dan memilah informasi. Kesadaran tersebut harus dibangun secara kolektif agar nantinya menimbulkan kesadaran bersama. Barulah setelah itu ada sanksi hukum bagi penyebar hoaks di media digital. “Intinya penegakan hukum itu dapat lebih mudah dilaksanakan kalau masyarakat sudah diedukasi dan ada kesadaran kolektif untuk saling mengoreksi satu sama lain,” tutupnya. (rvh)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI