Menjawab Tantangan PR di Era Global
PRINDONESIA.CO | Selasa, 02/07/2019 | 1.081
Menjawab Tantangan PR di Era Global
Indonesia harus memiliki model PR
Dok. PERHUMAS

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Gambaran ini disampaikan oleh Ketua BPP PERHUMAS Agung Laksamana. Dalam acara PERHUMAS Coffee Morning Halal Bihalal yang bertajuk “Global Landscape & New Challenges” di Jakarta, Jumat (28/6/2019), itu ia mengatakan, dengan semakin berkembangnya sistem pengelolaan big data, publik makin terpersonalisasi secara otomatis. Hingga akhirnya, konten yang sampai ke publik hanyalah yang sesuai dengan apa yang ingin mereka lihat.

Kondisi ini berpotensi informasi yang disampaikan PR menjadi nol. “Inilah tantangan yang harus kita hadapi sebagai pelaku PR di era disrupsi,” ujarnya. Meski begitu, pria yang merupakan Direktur Corporate Affairs APRIL ini masih melihat adanya kelebihan yang dimiliki PR yang tidak dimiliki teknologi. Yakni, integritas dan empati.

Ryan Kiryanto, Corporate Secretary & Chief Economist BNI yang juga merupakan Dewan Pakar PERHUMAS, sepakat. Ia menambahkan, saat ini bicara PR tak hanya soal reputasi, tapi juga soal bisnis itu sendiri. Oleh karena itu pada saat korporasi/organisasi didera isu-isu negatif, maka PR harus mampu menjawab sesuai dengan isu tersebu. “Isunya dijawab, jangan dialihkan ke isu lain seperti CSR,” ujarnya. Ia berpendapat, metode pengalihan isu sudah tidak lagi relevan di era revolusi industri seperti sekarang. 

Lainnya, menurut Ryan, adalah praktisi PR harus memahami bahwa fungsinya makin luas. Saat ini, praktisi PR dapat berhadapan dengan publik internasional, menjaga relasi dengan pemerintah (public affairs), berelasi dengan media, melakukan fungsi komunikasi pemasaran, komunitas, opinion leader, finansial, hingga komunikasi politik. “Inilah saatnya profesi PR berada di posisi yang makin strategis. Perkembangan evolusi digital, kebangkitan ekonomi global, dan kemunculan pemangku kepentingan baru menuntut PR memiliki peran yang lebih besar,” katanya. “PR tak lagi menjadi orang yang mendapat perintah oleh board of director. Lebih dari itu, senantiasa memberikan masukan rencana strategis untuk perusahaan,” imbuhnya.

Terintegrasi

Menurut Dewan Kehormatan PERHUMAS Elizabeth Goenawan Ananto atau akrab disapa Ega, kendala utama di Indonesia adalah negeri ini belum memiliki model PR. “Kita belum memiliki fokus tentang persepsi publik yang ingin dibangun dan bagaimana brand Indonesia harus dibentuk,” katanya. Seharusnya, Indonesia memiliki model turunan yang dapat digunakan untuk PR korporat, pemerintah, maupun privat.  Contoh, Singapura. Ada tujuh kementerian yang saling berintegrasi “menjual” brand Singapura sebagai negara surga belanja, potensial dan nyaman sebagai tempat untuk bekerja, mengenyam pendidikan, juga berinvestasi.  

Sebagai praktisi PR, founder EGA briefings ini menambahkan, PR saat ini harus berpikir secara terintegrasi, termasuk dalam hal membangun komunikasi dengan memaksimalkan keberadaan teknologi. Selain itu, PR juga harus terus memperluas jaringan dan berkolaborasi. (rvh)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI