Malam Anugerah HUMAS INDONESIA (AHI) 2025 menjadi ajang refleksi bagi praktisi humas pemerintah. Para pemenang menekankan pentingnya menyesuaikan pesan lintas generasi dan berani mengintervensi narasi publik.
SURABAYA, PRINDONESIA.CO – Malam Penghargaan Anugerah HUMAS INDONESIA (AHI) 2025 yang berlangsung di Hotel JW Marriott Surabaya, Kamis (25/9/2025), tidak hanya menjadi momentum selebrasi kinerja kehumasan instansi maupun perusahaan dalam setahun terakhir. Bagi para pemenang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, perhelatan ini juga berarti ajang berbagi gagasan dan pandangan tentang tantangan komunikasi yang kian kompleks.
Hal itu tergambar dari pernyataan Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Anang Ristanto saat ditemui HUMAS INDONESIA di sela acara. Dalam kesempatan tersebut Anang mengatakan, total 10 penghargaan yang diraih pihaknya dalam AHI 2025 adalah penegasan bahwa peran humas kini telah berkembang dan tidak hanya bertugas menyosialisasikan kebijakan. Lebih dari itu, katanya, juga melakukan mitigasi dan intervensi narasi publik untuk menjaga informasi yang beredar tetap faktual dan tepercaya.
Anang juga sempat menekankan bahwa salah satu tantangan terbesar humas pemerintah saat ini adalah menyesuaikan strategi komunikasi dengan audiens yang beragam. Dalam konteks ini ia percaya, pendekatan yang sama tidak akan efektif untuk generasi yang berbeda. "Kami, Kemendikdasmen, stakeholder utamanya adalah anak-anak Gen Z, Gen Alpha serta orang tua yang sebagian besar merupakan generasi milenial," ungkapnya menggambarkan ke mana arah strategi komunikasi dijalankan Kemendikdasmen.
Pandangan Anang tersebut sejalan dengan Teori Generasi Kohort, yang gagasannya pertama kali dieksplorasi oleh sosiolog Karl Mannheim dalam esai bertajuk The Sociological Problem of Generations (1928). Teori ini menjelaskan bahwa setiap generasi memiliki karakteristik, nilai, dan preferensi komunikasi yang unik karena dibentuk oleh pengalaman formatif pada masanya. Oleh karena itu, dalam konteks kehumasan perlu adanya pemahaman akan DNA setiap generasi agar dapat menyampaikan pesan yang relevan.
Meningkatkan Kepercayaan Publik
Pandangan serupa juga disampaikan Direktur Teknologi Informasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum), Ika Ahyani Kurniawati. Ia menilai, kekinian peran esensial humas sudah bergeser menjadi menjaga reputasi lembaga dan kepercayaan publik dengan cara menyeimbangkan informasi yang beredar.
Ika menjelaskan, menyeimbangkan informasi berarti melakukan intervensi narasi secara aktif. Tujuannya untuk memastikan masyarakat mengonsumsi informasi yang tepat dan akurat, serta menangkal disinformasi yang berpotensi merusak kepercayaan.
Dalam konteks DJKI dan Kemenkum, kata Ika, penghargaan AHI 2025 menjadi semacam rekognisi bagi upaya pihaknya dalam menyeimbangkan peredaran informasi. “Penghargaan ini adalah pesan bagi kami agar terus meningkatkan akuntabilitas komunikasi dan keterbukaan informasi, demi meningkatkan pula kepercayaan publik terhadap Kemenkum," tutupnya.
Sebelumnya dalam sambutan, pendiri sekaligus CEO HUMAS INDONESIA Asmono Wikan menegaskan bahwa AHI adalah sebuah gerakan kolektif. "Penghargaan ini bukan garis finis, melainkan titik start baru bagi para praktisi humas. Setiap trofi yang diterima malam ini adalah pengingat bahwa tanggung jawab kita untuk menjaga ruang publik dengan informasi yang sehat dan akuntabel semakin besar," ujar Asmono. (ARF)