Menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, adanya langkah transformasi ini diharapkan dapat memperbaiki komunikasi pemerintah secara luas guna memulihkan kepercayaan publik.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Komunikasi publik pemerintah kerap mengalami blunder, seolah menunjukkan bahwa masalahnya bukan sekadar teknis, melainkan struktural. Pemerintah sering kali gagal mengelola pesan dan narasi yang konsisten, berakibat terkikisnya kepercayaan publik.
Menyadari urgensi tersebut, Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah strategis dengan mengubah nomenklatur Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Officer/PCO) menjadi Badan Komunikasi Pemerintah (BKP). Transformasi ini diresmikan bersamaan dengan pelantikan Angga Raka Prabowo, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, sebagai Kepala BKP di Istana Negara, Jakarta, Rabu, (17/9/2025).
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa BKP bukanlah badan baru, melainkan hasil transformasi dari PCO yang bertujuan memperbaiki komunikasi pemerintah secara lebih luas. “Setelah kita evaluasi, kita membutuhkan perbaikan komunikasi bukan hanya mewakili kantor kepresidenan tetapi juga secara lebih luas bagi pemerintah,” ujar Prasetyo usai acara pelantikan, dikutip dari Detik News.
Dengan terbentuknya BKP, Prasetyo berharap jangkauan komunikasi pemerintah bisa diperluas. Tujuannya adalah menyinkronkan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga seluruh program strategis dapat berjalan selaras dengan narasi yang sama.
Memperbaiki Strategi Komunikasi dan Menghindari ‘Buzzer’
Menanggapi perubahan PCO menjadi BKP, Kepala Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo, berharap badan non-struktural yang baru tersebut dapat membuat strategi komunikasi yang matang untuk tiap program pemerintah, termasuk langkah mitigasi krisis. "Biasanya pemerintah kita meluncurkan sebuah program, terus programnya diserang, lalu strategi komunikasinya defensif ya susah untuk membangun kepercayaan, kredibilitas apalagi akuntabilitas dan transparansi," kata Kunto kepada HUMAS INDONESIA, Kamis, (18/9/2025).
Selain itu, Kunto juga menyoroti penggunaan buzzer dan influencer untuk mengangkat narasi pemerintah, terutama di tengah isu kritis dan demonstrasi. Menurutnya, langkah ini justru meruntuhkan kredibilitas. Publik dapat melihat dengan jelas upaya yang tidak otentik, sehingga Kunto menyarankan BKP untuk menjadikan fenomena ini sebagai refleksi guna memperbaiki cara berkomunikasi.
Senada dengan Kunto, Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, juga pernah menyatakan bahwa dominasi buzzer politik di media sosial berpotensi menurunkan kepercayaan publik. "Jika memang pemerintah membutuhkan relawan komunikasi, sebaiknya mengoptimalkan institusi atau unit resmi yang berada di dalam struktur pemerintahan agar kontrol dan transparansi dapat ditegakkan," ujarnya dalam diskusi publik menyoal urgensi kredibilitas komunikasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di Jakarta, Selasa, (11/3/2025). (EDA)