Menurut Direktur Keuangan, SDM, dan Manajemen Risiko PT Pelindo Marine Service Lia Indi Agustiana, strategi komunikasi yang tepat adalah kompas para untuk menyatukan perbedaan menuju arah dan tujuan bersama.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Bagi setiap perusahaan yang ingin meningkatkan kekuatan dan efisiensi bisnis, merger bisa jadi suatu keniscayaan. Namun, proses ini pastinya harus “dibayar” dengan kerja keras. Lebih dari sekadar menyatukan bisnis, merger mengharuskan setiap perusahan untuk dengan cepat memadukan budaya, ritme kerja, dan tak kalah penting komunikasi.
Bagi Direktur Keuangan, SDM, dan Manajemen Risiko PT Pelindo Marine Service Lia Indi Agustiana, dalam konteks merger seperti yang dialami anak usaha hasil integrasi dari Pelindo Group ini, komunikasi justru menjadi aspek terpenting. Sebab, menurutnya, komunikasi adalah kompas yang memandu arah, dan menyatukan seluruh elemen bisnis.
“Strategi komunikasi yang tepat adalah kompas para Marines untuk menyatukan perbedaan menuju arah dan tujuan bersama,” ujarnya merujuk pada apa yang dijalankan Pelindo Marine Service, dalam workshop IDEAS 2025 di Jakarta, Rabu (19/6/2025).
Dalam paparannya, Lia mengacu pada inisiatif yang sempat dilakukan perusahaannya menyampaikan, penting pula bagi organisasi untuk bisa menyatukan semangat para pekerja. Di sini, ia mencontohkan dengan kegiatan In-House Training (IHT) bertajuk Break the Silo, yang bertujuan merangkul semua pekerja tanpa memandang usia, jabatan, dan gender. “Penting untuk menciptakan rasa aman dan kesetaraan,” lanjutnya.
Partisipasi Akar Rumput
Untuk memuluskan komunikasi dalam proses merger, lanjut Lia, organisasi juga bisa memanfaatkan media dengan pendekatan PESO (Paid, Earned, Shared, Owned), dan mendorong UGC (user-generated content) dari para pekerja. “Namun, perusahaan tidak bisa memaksa atau mewajibkan pegawai untuk memproduksi konten. Ajak mereka yang memang suka membuat konten untuk berkolaborasi,” paparnya menjawab pertanyaan dari salah satu peserta workshop.
Pendekatan komunikasi melalui UGC, tandas Lia, dapar menciptakan partisipasi aktif dari lapisan akar rumput. Dalam hal ini, komunikasi bukan lagi menjadi tanggung jawab tunggal manajemen puncak. “Konten yang sederhana tetapi jujur dapat menjadi alat penguat reputasi,” tutupnya. (eda)