Reputasi adalah aset utama yang dijual oleh ASDP Indonesia Ferry. Kepercayaan publik diraih melalui strategi komunikasi yang proaktif dan konsisten.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menempatkan kemampuan mengelola ekspektasi dan persepsi publik sebagai fondasi bagi reputasi perusahaan. Hal tersebut disampaikan oleh Corporate Secretary ASDP Shelvy Arifin, dalam PR Webinar Series #2, Jumat (13/6/2025) yang diselenggarakan HUMAS INDONESIA.
Menurut Shelvy, di tengah kompleksitas layanan perusahaan transportasi laut yang mencakup 307 lintasan dengan 218 kapal aktif, tantangan komunikasi yang dihadapi sangat dinamis, dengan isu utama berkisar pada keselamatan, ketepatan jadwal, fasilitas dan pelayanan, hingga keluhan yang sewaktu-waktu bisa viral di media sosial.
Guna menyiasatinya, Shelvy menerangkan, strategi komunikasi ASDP dibagi menjadi dua pendekatan utama. "Reputasi ASDP sangat ditentukan oleh bagaimana kami menangani ekspektasi dan persepsi publik, bukan hanya operasional," tegasnya.
Dalam konteks ini, lanjut Shelvy, pendekatan proaktif dijalankan untuk menyebarkan informasi positif dan mengedukasi publik. Salah satu contohnya seperti mengubah penggunaan kata "macet" menjadi "antrean" saat periode puncak dalam narasi publikasi. "Alhamdulillah, dengan terus melakukan edukasi seperti itu, sekarang pengguna jasa jauh lebih menerima," papar peraih double degree dari Universitas Indonesia dan University of Grenoble Prancis itu.
Tak hanya proaktif, Shelvy menerangkan, pihaknya juga mengedepankan pendekatan responsif untuk menangani krisis secara cepat dan efektif. Dalam hal memastikan pesan tersampaikan dengan tepat, katanya, ASDP melakukan segmentasi komunikasi berdasarkan target audiens. Di sini, media massa digunakan untuk menjangkau regulator, media sosial untuk pengguna jasa, dan media internal untuk karyawan. "Aksi korporasi yang diberitakan tentu untuk kepentingan edukasi dan pembentukan opini," ucapnya.
Komunikasi Satu Pintu
Shelvy menekankan, fondasi dari reputasi yang kuat adalah konsistensi. Termasuk ketika menghadapi krisis. Dalam konteks ini, lanjutnya, ASDP selalu menerapkan kebijakan komunikasi "satu pintu" yang terstruktur dan berjenjang (tiering). Direktur Utama hanya akan berbicara ketika krisis berskala nasional dan melibatkan korban jiwa, sementara pada isu lokal akan ditangani General Manager (GM) "Jika sudah dapat dijelaskan di paparan Corporate Secretary/SGM/GM, tidak perlu layer di atasnya menjelaskannya lagi," ungkap Shelvy.
Kebijakan tersebut, tegasnya, bertujuan untuk memastikan konsistensi dan akurasi pesan, sekaligus menunjukkan komitmen tertinggi perusahaan. Meski demikian, kata Shelvy, tidak semua pertanyaan perlu dijawab. "Terkadang lebih efektif untuk fokus menanggapi kekhawatiran yang paling kritis selama krisis, memungkinankan tanggapan yang lebih informatif dan komprehensif," pungkasnya. (ARF)