Program uji coba vaksin TBC di Indonesia memicu pro dan kontra. Epidemiolog bilang hal tersebut terjadi lantaran komunikasi yang dilakukan pemerintah kurang dalam. Sementara itu, kolaborasi dengan content creator diyakini dapat menjadi salah satu solusi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Beberapa waktu lalu, Presiden Subianto bertemu dengan pendiri Microsoft dan filantropi Bill Gates di Jakarta. Salah satu buah dari pertemuan tersebut adalah kesepakatan berupa program uji vaksin tuberkulosis (TBC) di Indonesia, yang kemudian memicu debat di masyarakat terkait risiko maupun dampak kesehatan.
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, pro dan kontra muncul lantaran komunikasi pemerintah kepada publik perihal riset vaksin TBC masih kurang dalam. Seharusnya, kata Dicky, pertimbangan sains dan transparansi hasil uji klinis dapat dijelaskan dengan baik oleh pemerintah. “Ini riset biologis yang strategis dan harus dijelaskan kepada publik dengan cara komunikasi risiko yang baik,” ujarnya dilansir dari Tempo.co, Minggu (11/5/2025).
Dalam konteks kekinian, sejatinya ada banyak pendekatan komunikasi yang bisa ditempuh pemerintah untuk menjelaskan serba-serbi vaksin TBC secara menyeluruh. Salah satunya dengan mengandeng content creator atau influencer (pemengaruh) bidang kesehatan. Sebab, sebagaimana disampaikan SVP of Creator Marketing Edelman Amaris Modesto, kolaborasi strategis dengan content creator kini telah menjadi kunci mengatasi masalah.
“Dengan memanfaatkan suara-suara yang sudah dipercaya oleh masyarakat, merek layanan kesehatan atau pemerintah dapat menyebarkan informasi yang akurat,” tulisnya di PR Daily, Senin, (13/5/2025).
Adapun untuk menghasilkan output kerja sama yang maksimal dengan content creator, Amaris membagikan tiga kiat penting. Apa saja? Yuk, simak!
1. Memilih Konten Kreator Yang Sesuai
Menurut Amaris, organisasi perlu melandaskan pilihan atas content creator berdasarkan kualitas profesional, riwayat konten yang membahas isu kesehatan dilandasi dengan data, serta demografi audiens yang sesuai. Kuantitas pengikut, katanya, bukan sebuah jaminan.
2. Sederhanakan Informasi Medis Tanpa Kehilangan Akurasi
Penggunaan bahasa dalam dunia medis memang sangat kompleks, untuk itu diperlukan kemampuan untuk menyederhanakan bahasa medis menjadi sebuah narasi yang mudah dipahami oleh masyarakat. Tidak luput, organisasi harus memberi ruang bagi content creator untuk mengadaptasi pesan ke dalam gaya maupun nada sesuai personanya. Terpenting, pesan Amaris, pastikan content creator mendapatkan akses informasi yang tervalidasi.
3. Bangun Hubungan Jangka Panjang
Alih-alih hanya berkolaborasi satu kali, saran Amaris, organisasi perlu mempertimbangkan kemitraan jangka panjang guna memastikan pesan yang disampaikan lebih berkesan dari waktu ke waktu. Kolaborasi jangka panjang juga bertujuan agar konten yang dihasilkan jauh lebih autentik. Di samping itu, content creator juga akan lebih berkomitmen menjadi bagian dari misi menyuarakan pesan kesehatan secara akurat.
Demikian tiga kiat penting dalam menggandeng content creator untuk menyebarkan informasi atau kampanye kesehatan. Semoga informasi ini bermanfaat, ya! (eda)