Menurut founder & Principal Consultant NAGARU Communication Dian Agustine Nuriman terdapat 10 tahapan yang perlu dilakukan praktisi public relations (PR) dalam mengelola strategi komunikasi pasca krisis. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Praktisi public relations (PR) harus bisa memainkan peran pentingnya sebagai tameng sekaligus ujung tombak organisasi ketika krisis terjadi. Dalam konteks ini, strategi yang matang dan komprehensif menjadi kunci bagi peran penting tersebut, terutama pada fase pasca krisis ketika organisasi perlu bangkit mengembalikan kepercayaan publik.
Sebagaimana disampaikan founder & Principal Consultant NAGARU Communication Dian Agustine Nuriman dalam workshop “From Crisis to Opportunity: Membangun Kembali Kepercayaan Publik Pasca Krisis” yang digelar PR INDONESIA, Rabu (7/5/2025), secara garis besar strategi komunikasi pasca krisis yang matang wajib memuat 10 tahapan berikut ini. Apa saja?
1. Analisis Krisis yang Mendalam
Langkah awal adalah melakukan analisis menyeluruh tentang krisis dengan mengidentifikasi akar permasalahan dan bagaimana krisis itu bermula. “Jangan langsung membuat siaran pers atau kontra narasi, tetapi harus melakukan riset mendalam terlebih dahulu agar menciptakan solusi yang tepat sasaran,” tegas Dian.
2. Keterbukaan Informasi
Praktisi PR harus menyampaikan informasi secara jujur, transparan, dan berdasarkan fakta. Meski demikian, kata Dian, praktisi PR juga harus memiliki batasan untuk menjaga data internal, dan menyampaikan narasi yang aman (creative communication).
3. Pesan yang Positif
Pesan yang disampaikan kepada publik dikemas secara positif dan tidak berlebihan. Selain itu, tunjukkan komitmen memperbaiki situasi dengan melibatkan pihak lain yang kredibel.
4. Pemanfaatan Media Secara Strategis
Praktisi PR dapat menggunakan pendekatan komunikasi PESO (paid, earned, shared, owned) media yang disesuaikan dengan kebutuhan audiens dan tujuan dari komunikasi.
5. Kolaborasi
Selanjutnya, kata Dian, lakukan kolaborasi dengan berbagai pihak guna membantu meredam krisis dengan mengalihkan perhatian publik pada kegiatan yang lebih positif.
6. Implementasi Program Pemulihan
Tindakan nyata harus dilakukan secara berkelanjutan. Tidak luput, Dian mengingatkan, buat laporan (reporting) yang konsisten untuk memudahkan proses evaluasi.
7. Prioritaskan Kepentingan Publik
Tanggapan cepat harus dilakukan dengan memprioritaskan kepentingan publik. Jika krisis yang terjadi melibatkan korban, maka praktisi PR perlu fokus mengomunikasikan penanganan korban hingga tuntas, termasuk menyampaikan testimoni korban yang sudah pulih agar rasa percaya dari publik bisa kembali tumbuh.
8. Edukasi dan “Public Awarenes”
Kampanye pasca krisis harus menunjukkan komitmen perusahaan untuk belajar dan terus memperbaiki. Dalam hal ini, diperlukan edukasi mengenai corporate identity dan sense risk and crisis untuk menjaga citra perusahaan.
9. Monitoring dan Evaluasi
Setiap kegiatan yang dijalankan harus memiliki alat monitoring khusus seperti AMEC yang dirancang sesuai kegiatan. Hasil monitoring nantinya dapat menjadi dasar dalam melakukan evaluasi dan penyesuaian strategi komunikasi dan respons krisis.
10. Perbaiki Strategi
Sesuaikan strategi komunikasi berdasarkan evaluasi dan umpan balik (feedback) yang diterima untuk mengembangkan respons atas kemungkinan krisis di masa depan. “Tim PR harus mengetahui barometer yang jelas dalam melihat isu atau krisis mencakup identifikasi potensi risiko, pemetaan media, sistem peringatan krisis (crisis alarm). Selain itu, perlu ditentukan barometer yang dapat menunjukkan indikator apakah krisis tersebut sudah selesai atau memerlukan tindak lanjut,” pungkas Dian.
Demikian, 10 tahapan penting dalam strategi komunikasi pasca krisis. Semoga informasi ini bermanfaat, ya! (eda).