Ketika isu-isu kontroversial atau krisis muncul, kemampuan berkomunikasi dengan baik kepada publik menjadi faktor kunci dalam meredam ketegangan dan memperkuat kepercayaan publik.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di tengah kompleksitas isu sosial dan politik hari ini, kemampuan komunikasi yang efektif menjadi kebutuhan pokok bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam konteks ini, komunikasi yang jelas dan persuasif akan memastikan pesan tersampaikan dengan baik kepada masyarakat, sehingga dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Kesadaran akan hal itu yang kemudian membuat Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menggelar pelatihan bertajuk Kursus Komunikasi Publik dan Teknik Menghadapi Publik di Gedung Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri Jakarta, Senin (21/4/2025).
Berkolaborasi dengan Bisnis Indonesia Learning & Education Center (BILEC), dalam pelatihan tersebut, sebanyak 24 ASN BSKDN Kemendagri yang ikut serta diajak untuk memahami prinsip dasar komunikasi publik, dan mengulik cara membangun hubungan positif dengan audiens. Para ASN juga dibekali keterampilan praktis menghadapi krisis, berikut teknik mengelola komunikasi media dengan pendekatan yang interaktif.
Krisis dan “Engagement Stakeholder”
Penguatan bangunan hubungan dengan audiens dan stakeholder yang menjadi salah satu bahasan dalam pelatihan yang digelar BSKDN Kemendagri, menegaskan pentingnya hal tersebut bagi organisasi ketika kelak dilanda krisis. Sebagaimana diketahui, organisasi yang tidak memiliki kedekatan dengan publik cenderung lebih sulit mengendalikan narasi yang beredar. Situasi ini lambat laun hanya akan memperburuk keadaan.
Hal tersebut pernah pula disampaikan CEO etKomunika Herry Ginanjar dalam acara in house training Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Selasa (18/7/2023), di Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, Herry menegaskan, praktisi public relations (PR) perlu menjalin hubungan baik dengan stakeholders, karena hal itu dapat membantu perusahaan mengidentifikasi dan memitigasi risiko, baik isu, konflik maupun krisis. “Pada dasarnya, PR harus mampu memahami harapan para pemangku kepentingan dengan membangun komunikasi, menjaga keterlibatan dengan berbagai saluran komunikasi, serta responsif menghadapi publik,” ujarnya.
Secara umum, dengan berkolaborasi bersama stakeholder, perusahaan dapat memperoleh umpan balik yang penting bagi reputasi jangka panjang. Selain itu, Herry juga menegaskan, umpan balik (feedback) sebaiknya jangan hanya dicari dari internal, tetapi juga perlu argumentasi dari pihak luar. (eda)