IPRS 2020: Akselerasi Transformasi Digital dan Dampaknya Bagi PR
PRINDONESIA.CO | Kamis, 29/10/2020 | 2.945
IPRS 2020: Akselerasi Transformasi Digital dan Dampaknya Bagi PR
Pandemi mengakselerasi komunikasi menjadi 360 derajat
Dok. Istimewa

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Seperti yang disampaikan oleh National President Public Relations Association India Ajit Pathak saat menjadi pembicara di International Public Relations Summit (IPRS) 2020 yang berlangsung secara virtual, Selasa (27/10/2020). Menurutnya, pengetahuan tentang media sosial, mengeksekusi event virtual, melakukan komunikasi dengan internal maupun eksternal secara digital, memproduksi konten, hingga bercerita di media sosial menjadi kompetensi wajib praktisi public relations (PR) selama pandemi. 

Ya, pandemi telah mendorong akselerasi transformasi digital menjadi lebih cepat. Bahkan, menurut Profesor Department of Communication Texas A&M University USA Timothy Coombs, transformasi digital menjadi komponen penting bagi perusahaan ketika sedang  menghadapi krisis. Termasuk krisis akibat pandemi seperti saat ini. “Perusahaan harus memiliki web, microblog, dan social network page yang selalu siap jika suatu ketika korporasi berhadapan dengan krisis,” ujarnya.

Selain itu, kata Coombs, korporasi harus memiliki situs tertentu untuk krisis maupun konten yang siap diunggah apabila mereka menghadapi krisis. “Korporasi juga dapat mengoptimalkan keberadaan media sosial untuk menindaklanjuti informasi terkait krisis yang sedang mereka hadapi,” katanya. Tak lupa ia mengimbau agar PR selalu melakukan monitoring untuk melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkala. Serta, mengambil hikmah untuk pelajaran di masa yang akan datang. 

Sementara Group CEO Echo Research UK Sandra Macleod berpendapat, akselerasi transformasi digital turut membawa beberapa perubahan sistem dan fokus perhatian perubahan iklim, keberlanjutan, pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan masyarakat.

“Praktisi PR harus aware dengan perubahan-perubahan yang terjadi sembari tetap membuat konten yang mengikat (engaging). Meski selama pandemi upaya itu hanya bisa dilakukan lewat media digital,” ujar Sandra seraya menekankan di masa sulit dan serba tak menentu ini, apa yang dilakukan perusahaan lebih penting daripada apa yang mereka katakan.

 

Minimalisasi Gap

Beda negara, beda juga kondisi yang dihadapi. Menurut Chairman & Chief Consultant Kiroyan Partners Noke Kiroyan, konvergensi pandemi dan teknologi digital mempertajam adanya dua kondisi yang sangat berlawanan di masyarakat, khususnya Indonesia. “Selain akselerasi transformasi digital, fenomena Covid-19 juga memperburuk kesenjangan digital di Indonesia,” ujarnya.

Di satu sisi terdapat masyarakat yang memiliki akses digital yang luas. Di sisi lain, ada masyarakat yang terbatas atau belum tersentuh teknologi digital. “Di sinilah akademisi dan praktisi PR harus berperan. Mereka harus memiliki rasa terpanggil untuk menjembatani kesenjangan dari sisi sosial ini,” katanya.

Untuk meminimalisasi gap, Bank Indonesia (BI) berkomunikasi melalui tiga tahap. Seperti yang diuraikan Onny Widjanarko, Kepala Departemen Komunikasi BI. Pertama, mengelola ekspektasi. Yakni, menyusun strategi komunikasi yang mampu mengarahkan keyakinan masyarakat terhadap kebijakan. Kedua, mengelola literasi. Misalnya, menjelaskan kepada masyarakat tentang BI dan edukasi tentang ekonomi makro. Ketiga, mengelola kredibilitas untuk membangun trust. (rvh)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI