Vice President of Communications Muck Rack Linda Zebian mengatakan, dengan meningkatnya tren generative engine optimization (GEO), ditambah tuntutan agar unit PR dapat mendorong berita serta menyediakan sumber yang kredibel, lima temuan dalam survei terbaru mereka dapat menjadi acuan dalam mengoptimalkan hubungan dengan media. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di tengah gempuran informasi yang bisa diproduksi dan didistribusikan oleh siapa saja, lanskap jurnalisme secara global mengalami perubahan signifikan. Perubahan yang mencakup aspek teknologi, distribusi konten, hingga ekspektasi dan relasi wartawan dengan narasumber, secara tidak langsung juga turut berpengaruh terhadap dunia public relations (PR).
Gambaran besar tentang sejauh mana perubahan praktik jurnalisme tersebut yang coba ditangkap Muck Rack, perusahaan agregator berkantor pusat di Florida, Amerika Serikat, lewat survei terhadap lebih dari 1.500 wartawan beberapa waktu lalu. “Hasil survei ini dapat menjadi panduan arah bagi praktisi PR dalam membina hubungan baik (media relations) dengan lebih efektif demi kebaikan bersama,” kata Vice President of Communications Muck Rack Linda Zebian dalam artikelnya di PR News, Rabu (18/6/2025).
Linda mengatakan, dengan meningkatnya tren generative engine optimization (GEO), ditambah tuntutan agar unit PR dapat mendorong berita serta menyediakan sumber yang kredibel, lima temuan dalam survei terbaru mereka ini dapat menjadi acuan dalam mengoptimalkan hubungan dengan media. Apa saja? Yuk, simak!
1. PR Harus Mengedepankan Kredibilitas
Linda menjelaskan, sebanyak 36 persen wartawan yang menjadi responden dalam survei menyebut hoaks dan misinformasi merupakan hambatan utama dalam menjalankan tugas jurnalistik. Oleh karena itu, mereka menginginkan siaran pers berbasis realitas yang didukung sumber terpercaya, data pihak ketiga, dan narasumber ahli. “Dalam konteks ini, CEO Anda belum tentu menjadi sumber paling kredibel atau menarik (bagi wartawan),” ucapnya.
2. Fokus Pada Berita Nyata
Dalam survei tersebut terungkap bahwa 67 persen wartawan menilai pekerjaan mereka bermakna. Sisanya, memandang profesinya sebagai sesuatu yang melelahkan. Di Indonesia sendiri, tak sedikit wartawan yang merangkap beberapa tanggung jawab sekaligus. Oleh karena itu, menurut Linda, penting bagi PR untuk bisa memberikan informasi yang berfokus pada berita nyata, ringkas, dengan narasumber yang sudah divalidasi, demi menghargai waktu mereka.
3. Hindari Hubungan yang Bersifat Transaksional
Hasil survei Muck Rack ini juga menegaskan pentingnya bagi PR membangun relasi jangka panjang dengan wartawan, alih-alih transaksi satu arah. Sebanyak 62 persen responden menyatakan, relasi yang baik dengan praktisi PR membantu mereka dalam mengembangkan karya jurnalistik bermutu. “Hubungi wartawan bahkan ketika Anda tidak membutuhkan mereka. Misalnya, untuk mengapresiasi tulisan terbaru mereka, atau memberikan komentar yang relevan,” pesan Linda.
4. Beri Perhatian Kepada “Homeless Media”
Dalam survei tersebut terungkap pula bahwa satu dari tiga wartawan hari ini memperoleh penghasilan tambahan dari publikasi berita mandiri. Praktik ini populer dengan sebutan homeless media. Menurut Linda, tren ini membuka peluang menarik bagi praktik PR kiwari. “Mereka mungkin lebih terbuka pada afiliasi atau sponsor. Meski audiensnya relatif kecil, tetapi biasanya cukup loyal dan terlibat,” lanjut Linda.
5. Beri Wartawan Inspirasi untuk Bercerita
Terakhir, sebanyak 92 persen wartawan responden punya kecenderungan untuk sepenuhnya menentukan cerita atau berita yang ingin mereka angkat. Untuk merespons kecenderungan ini, Linda menyarankan agar praktisi PR dapat menyusun publikasi atau undangan yang mampu menginspirasi cerita, bukan sekadar permintaan meliput. “Anggap sebagai peluang kolaborasi, bukan transaksi,” tandas Linda.
Demikian lima temuan dalam survei terbaru Muck Rack yang dapat menjadi acuan bagi praktisi PR dalam mengoptimalkan media relations. Semoga bermanfaat, ya! (eda)