Kegiatan ini membuktikan bahwa batas wilayah membutuhkan kajian ilmiah yang serius dan inklusif dilandasi dengan komunikasi politik yang kuat.
MEULABOH, PRINDONESIA.CO - Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Teuku Umar (UTU) Aceh menggelar kuliah tamu bertajuk Komunikasi Politik dan Empat Pulau Aceh Masuk Sumut, Minggu (15/6/2025). Inisiatif ini menjadi respons terhadap polemik yang berkembang di masyarakat.
Pengamat komunikasi politik dan militer Universitas Nasional Jakarta Dr. Selamat Ginting yang hadir sebagai pembicara mengatakan, polemik tersebut mencuat bukan semata karena persoalan administrasi. “Ini menyangkut kedaulatan, identitas sejarah, dan hak masyarakat lokal yang harus dikomunikasikan secara transparan,” ujarnya dilansir dari rri.co.id, Senin (16/6/2025).
Selamat juga menyebut kebijakan soal wilayah yang dibuat cenderung asal, dan komunikasi politik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tampak lemah. Buktinya, Presiden Prabowo Subianto sampai harus turun tangan menyelesaikan polemik tersebut.
Diketahui pada Selasa (17/6/2025), secara resmi telah diputuskan bahwa keempat pulau yang “diperebutkan” masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh. Oleh karena itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengimbau agar masyarakat untuk tidak lagi mempercayai isu liar yang berkembang. Misalnya, spekulasi soal “hadiah politik”.
Menghimpun Kepercayaan Publik
Mengenai imbauan Prasetyo agar publik tidak percaya isu liar, dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina Abdul Rahman sebagaimana terlansir di PR INDONESIA, Kamis (13/3/2025) berpandangan, terkait menghimpun kepercayaan publik terhadap pemerintah, transparansi dalam konteks komunikasi politik harus diwujudkan dalam kualitas dan kredibilitas informasi.
“Kepercayaan publik akan semakin tergerus, jika transparansi hanya menjadi formalitas tanpa akuntabilitas. Perlunya pembenahan tata kelola komunikasi melalui prinsip transparansi dan konsistensi agar publik percaya dengan pemerintah,” tegasnya.
Hal ini juga selaras dengan pandangan dosen Komunikasi Politik UTU Said Fadhlain. Menurutnya, komunikasi politik tak hanya soal retorika, tetapi harus berpijak pada integritas dan tanggung jawab elit politik.
“Media sebagai pilar keempat demokrasi memiliki peran penting dalam menentukan apakah informasi yang disampaikan bersifat edukatif atau justru menjadi alat distorsi di tengah masyarakat,” tutupnya. (eda)