">
"Flexing" dan Risikonya Terhadap Komunikasi Internal
PRINDONESIA.CO | Kamis, 10/08/2023 | 1.530
Kegagapan dalam mengidentifikasi risiko flexing berakibat fatal bagi institusi publik, meskipun tidak selalu sama besaran dampaknya.
Dok. Freepik.com

Oleh: Moch N. Kurniawan, Dosen Ilmu Komunikasi Swiss German University

Fungsi manajemen, kepatuhan, komunikasi, dan sumber daya manusia seolah tidak mendeteksi atau belum cukup mumpuni dalam mendeteksi flexing sebagai perilaku dengan risiko tinggi. Atau, bisa jadi flexing terdeteksi sebagai suatu risiko, namun bukan masuk kategori risiko tinggi.

Kegagapan dalam mengidentifikasi risiko flexing ini berakibat fatal bagi institusi publik, meskipun tidak selalu sama besaran dampaknya. Terkuaknya kasus manipulasi Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), gratifikasi/korupsi hingga krisis reputasi merupakan imbas dari flexing bagi insitusi publik. Sedangkan bagi pelaku flexing bisa berujung sanksi dinonaktifkan, dicopot jabatannya, hingga dipecat. Dampak-dampak ini seharusnya bisa diproyeksikan pada saat awal pengelolaan risiko. Sebab, besarnya dampak inilah yang membuat flexing dikategorikan perilaku berisiko tinggi.

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI