Tujuan Berkomunikasi
PRINDONESIA.CO | Jumat, 23/10/2020 | 1.459
Tujuan Berkomunikasi
Berkomunikasi itu jelas membawa tujuan. Memiliki target dan mempunyai pesan yang hendak disampaikan.
Dok. Istimewa

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dalam sebuah organisasi, tujuan senantiasa dibuat di awal tatkala sebuah organisasi itu dibentuk oleh para pendirinya. Mewujudkan masyarakat yang adil makmur, misalnya, merupakan tujuan pendirian republik tercinta, Indonesia.  Dengan tujuan itulah sebuah organisasi bergerak untuk menggapainya, memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada. Baik sumber daya manusia, kapital, jaringan, hingga–yang tak kalah penting—dukungan dan kepercayaan publik.

Adanya tujuan membuat gerak langkah organisasi menjadi fokus. Teratur mengarah pada hal yang ingin diraih. Namun dalam perjalanannnya, tidak semudah dikatakan. Untuk mencapai tujuan, ada banyak hambatan dan tantangan. Baik datang dari dalam maupun luar organisasi. Ketika tantangan dan hambatan itu datang, respon organisasi dan pemimpinnya akan menentukan apakah gerak langkah organisasi mencapai tujuan masih ada di jalan yang benar.

Itulah sebabnya, mengelola tantangan dan hambatan adalah salah satu fase krusial bagi organisasi untuk terus berlanjut. Babak menentukan bagi sang pemimpin organisasi untuk bersikap yang tepat, relevan, agar tidak tergelincir di tengah jalan.

Begitulah juga yang terjadi dalam berkomunikasi. Siapapun paham bahwa apa yang diucapkan setiap orang, sehari-hari, belum tentu merupakan sebuah tindakan komunikasi. Itu hanyalah sebuah percakapan, perbincangan. Kadang tidak tentu arah, sekadar candaan, atau selintas lewat bercengkerama.

 

Mengubah Perilaku

Berkomunikasi itu jelas membawa tujuan. Memiliki target dan mempunyai pesan yang hendak disampaikan. Secara makro, tujuan berkomunikasi adalah mengubah perilaku seseorang atau masyarakat. Dalam konteks ini, pesan yang dibawa dalam komunikasi akan dikemas sedemikian rupa agar selaras dengan target audiens yang diajak berkomunikasi. Pesan adalah elemen penting dalam berkomunikasi. Dirancang dengan baik, hati-hati, dan membutuhkan sensitivitas yang tinggi dalam merumuskan dan menyampaikannya. Supaya ketika dikomunikasikan, tidak akan mengundang gesekan, kontroversi, dan kegaduhan publik, yang justru malah kontraproduktif bagi tujuan komunikasi yang hendak dilakukan.

Jelaslah, berkomunikasi memang tak bisa dilakukan secara sembrono. Apalagi serampangan. Jauh dari itu, berkomunikasi butuh desain. Memerlukan perencanaan yang memadai. Agar tujuan yang hendak dicapai bisa diupayakan keberhasilannya.

Apa yang bakal terjadi jika ternyata berkomunikasi tak membawa tujuan di dalamnya? Sudah barang tentu hanya berupa pertunjukan kata-kata nirmakna. Hambar. Sekadar ekpos pencitraan yang bakal sia-sia. Karena bakal menyedot biaya, tanpa mampu diukur secara rasional.

Bagi pemimpin, berkomunikasi tanpa punya tujuan pada akhirnya bukanlah tindakan yang bijak. Pemimpin yang paham dengan psikologi audiens akan menjadikan aktivitas berkomunikasinya benar-benar untuk memandu publiknya menuju ke arah yang lebih baik. Setidaknya, menavigasi publik/audiens tentang jalan kebaikan yang harus ditempuh. Seperti yang terjadi di masa krisis. Berkomunikasi yang baik, tentu saja ada tujuannya, sudah pasti akan mengajak publik menemukan solusi mengatasi krisis dengan tepat. Baik solusi melalui kemampuan sendiri maupun berkolaborasi dengan berbagai pihak.

Begitulah semestinya pemimpin dan organisasi menggerakkan publiknya melalui komunikasi. Bukan sekadar beretorika dan berwacana tanpa punya tujuan yang nyata. Tabik! (Asmono Wikan)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI