Saatnya Optimalisasi Teknologi Data Digital: “Big Data” Bikin Strategi PR Makin Relevan
PRINDONESIA.CO | Kamis, 12/03/2020 | 1.645
Saatnya Optimalisasi Teknologi Data Digital: “Big Data” Bikin Strategi PR Makin Relevan
Bagi pelaku PR teknologi dapat sangat bermanfaat
Dok. Pribadi

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Padahal, bagi pelaku public relations (PR), teknologi dapat sangat bermanfaat. Salah satunya, untuk memaksimalkan kampanye. Kepada PR INDONESIA di Jakarta, Kamis (6/2/2020), Digital Business Consultant Tuhu Nugraha memberikan tahapannya.

Pertama, “asking the right question”. Atau, menanyakan apa yang ingin kita ketahui. Kedua, mencari tahu dan mencari sumber masalah. Dari sana kita dapat mengetahui variabel-variabel penyebab. Ketiga, kedepankan logika angka. Setelah menghimpun semua data yang dibutuhkan, selanjutnya praktisi PR memanfaatkannya untuk membuat kampanye.

Tuhu memberi contoh kampanye politik yang menggunakan teknologi big data. Targetnya anak muda di kawasan perkotaan. Selanjutnya, mencari isu. Dari sekian banyak isu, yang dipilih tentang pengangguran. Kemudian, pilih strategi yang akan dilakukan agar isu ini sampai kepada target audiens.

Menurut Tuhu, untuk memaksimalkan kampanye, praktisi PR harus memiliki kemampuan literasi data. “Ahli IT bisa mengolah datanya, praktisi PR-lah yang bisa melihat dampaknya,” ujarnya. Di samping itu penting untuk memiliki kemampuan storytelling mulai dari cara berbicara hingga menulis.

Praktisi PR juga harus memiliki intuisi dalam menentukan diksi yang tepat. Contoh, Gojek lebih memilih menggunakan kata “amanah” ketimbang “trust” dalam kampanyenya. Tentu pemilihan diksi ini sudah melalui riset. 

Tuhu mengingatkan, semakin banyak kanal komunikasi yang digunakan untuk mendiseminasi pesan, makin besar pula potensi krisisnya. Potensi krisis bisa berasal dari banyaknya data yang disimpan. “Banyaknya data membuat perusahaan semakin seksi untuk dibobol. Baik dibobol sistemnya maupun dibocorkan oleh perusahaan,” ujarnya. Antisipasinya, perlu melakukan peninjauan SOP setiap bulan dan setiap tahun. Selain itu, perlu kolaborasi antara praktisi PR dengan pihak lain seperti bagian SDM, IT dan brand.

Inkubator

Melihat dunia dan tuntutan terhadap pelaku PR telah berkembang sedemikian rupa, Tuhu yang juga merupakan dosen di LSPR Communication and Business Institute ini mengatakan, perlu adanya jurusan yang relevan di perguruan tinggi untuk menjawab kebutuhan industri. Contoh, Jurusan Inovasi dan Komunikasi. Harapannya, ketika ada inovasi media sosial, mahasiswa mengetahui dampaknya terhadap komunikasi, baik dari sisi masyarakat, media, maupun brand. Termasuk, peluang dan ancamannya.

Selain itu, perlu ada inkubator bisnis yang dapat menjadi pemersatu antara pihak akademisi dengan industri. Sehingga, kampus tidak kehilangan relevansi, praktisi pun tidak melakukan banyak trial and error. “Di Sydney, Australia, ada inkubator new media yang membuat virtual reality (VR) tentang toleransi,” katanya. Melalui cara itu, pengguna bisa merasakan bagaimana rasanya jadi minoritas. “Efeknya lebih mengena ketimbang melakukan kampanye biasa,” tutup Tuhu.  (rvh) 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI