CRM terintegrasi jadi kunci KAI dan LRT Jakarta mengelola 13 juta keluhan harian. Sistem ini memfilter penumpang asli dari buzzer untuk respons tepat sasaran.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sistem Customer Relationship Management (CRM) menjadi fondasi utama bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) dan LRT Jakarta dalam mengelola keluhan dan membangun kepercayaan publik di sektor transportasi. Hal tersebut terungkap dalam PR Webinar Series #2 yang diselenggarakan HUMAS INDONESIA, Jumat (13/6/2025).
Dalam webinar tersebut, VP Public Relations PT KAI Anne Purba menegaskan, tantangan utama dalam mengelola umpan balik dari pelanggan di era sekarang adalah membedakan antara keluhan asli dan kebisingan digital (digital noise).
Oleh karena itu, Anne menjelaskan, sistem CRM yang terintegrasi dengan data tiket memungkinkan pihaknya melakukan identifikasi akurat terhadap setiap masukan yang diterima. "Kita harus memahami siapa sebenarnya lawan bicara dan pemangku kepentingan kita," ujar Anne menggarisbawahi hal esensial dari komunikasi.
Pendekatan tersebut, lanjut Anne, memastikan KAI dapat memprioritaskan respons kepada penumpang asli, bukan akun anonim atau buzzer. Soal efektivitas sistem, imbuhnya, terbukti dari rekam jejak KAI sebagai salah satu BUMN yang paling sering disebut di platform X karena konsistensinya dalam menyelesaikan masalah.
Sementara Head of Corporate Secretary Division LRT Jakarta Sheila Indira Maharshi menerangkan, pihaknya menghadapi tantangan yang berbeda karena volume penumpang moda transportasi satu ini relatif lebih sedikit. Adapun masalah utama yang kerap dihadapi, katanya, terkait kebingungan publik antara LRT Jakarta dan LRT Jabodebek. "Kami kerap menerima keluhan yang seharusnya ditujukan ke LRT Jabodebek. Karena itu, kami menerapkan strategi klarifikasi sebelum mengarahkan penumpang ke kanal yang tepat," ungkapnya.
Meskipun secara jumlah penumpang belum sebanyak KAI, tetapi LRT Jakarta terbilang berhasil membangun keterlibatan audiens yang tinggi dengan 130 ribu pengikut di Instagram. Kanal ini, lanjut Sheila, dioptimalkan melalui empat pilar strategi meliputi kolaborasi, edukasi, keterlibatan (engagement), dan inspirasi untuk membangun kesadaran merek.
Mendengar dan Mengantisipasi
Terlepas dari perbedaan tantangan, KAI dan LRT Jakarta dengan sistem CRM terintegrasinya punya semangat dan filosofi kerja yang sama, yakni terus mendengar dan membenahi (keep listening, keep improving). Menurut Anne, sebagai juru bicara, praktisi humas harus lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Oleh karena itu pula, lanjutnya, sistem CRM yang dijalankan punya fungsi yang lebih dari sekadar alat untuk merespons keluhan. Integrasi data yang komprehensif, terang Anne, memungkinkan KAI melihat potensi krisis jauh sebelum terjadi. "Kita tidak bisa hanya membaca kliping berita, tetapi harus bisa melihat potensi krisis dari ekosistem data untuk menyiapkan rencana antisipasi," tegas Anne.
Pada akhirnya, kedua operator transportasi ini membuktikan bahwa digitalisasi dalam layanan publik harus tetap humanis dan personal untuk dapat menjaga reputasi serta kepercayaan masyarakat. (ARF)