Melalui pemahaman prinsip 7C Komunikasi dan aspek ekosistem digital secara mendalam, praktisi komunikasi dapat menjadi agen komunikasi yang bertanggung jawab dan bermanfaat bagi publik.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Komunikasi publik melalui kanal-kanal nonkonvensional seperti media sosial telah menjadi semacam keharusan, termasuk bagi lembaga resmi pemerintah. Menimbang hal tersebut, Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kebijakan Publik, Media/Humas, dan Pengembangan SDM Ismail Cawidu mengatakan, perlu adanya penguasaan prinsip 7C of Communication.
Ismail memaparkan, prinsip 7C merujuk pada aspek clear (jelas), concise (ringkas), courteous (sopan), concrete (nyata), correct (benar), coherent (terpadu) dan terakhir complete (lengkap). Penerapan dan pemahaman akan komunikasi yang efektif dan etis, katanya, akan menjadi kunci dalam menjaga kohesi sosial.
“Komunikasi di ruang digital melintasi batas budaya dan geografi, maka penting memiliki standar etika dalam menyampaikan pesan," ujar Ismail dalam kegiatan focus group discussion (FGD) Pengelolaan Media Sosial oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Dalam konteks tersebut, lanjut Ismail, komunikasi digital tidak lepas dari regulasi seperti Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), maupun UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Ia juga menyoroti soal pentingnya penguasaan jaringan, perangkat, aplikasi, sumber daya manusia digital, konten, dan tentunya regulasi bagi praktisi komunikasi digital.
“Digital Ethic”
Selain itu yang tak kalah penting, lanjut Ismail, praktisi komunikasi digital maupun pengelola media sosial perlu punya kecerdasan emosional ketika berada di ruang maya, dan punya kemampuan berempati serta membangun hubungan baik secara online dengan audiens. Sorotan ini terasa amat penting mengingat kesadaran etika punya kolerasi dengan iklim digital.
Sebagaimana disampaikan Novita Nur dalam jurnal bertajuk Penguatan Etika Digital Melalui Materi Adab Menggunakan Media Sosial Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik Menghadapi Era Society 5.0 (2022), rendahnya etika digital berpeluang menciptakan ruang yang tidak menyenangkan karena penuh muatan konten negatif.
“Etika digital perlu dibangun agar ekosistem digital lebih damai dan harmonis melalui kesadaran dalam diri, bertanggung jawab akan dampak yang ditimbulkan, berintegritas, dan terus menyebarkan hal-hal kebajikan,” tulis Novita.
Sementara Fenny dkk. lewat jurnal Kontrol Diri Dalam Media Sosial Ditinjau Dari Etika Digital (2022) menegaskan, etika digital dibuat untuk menjaga perasaan antar pengguna lain. Praktisnya, etika digital memiliki peranan penting dalam mengontrol diri para pengguna media digital agar tidak terjadi perilaku menyimpang dari aturan maupun norma yang berlaku di masyarakat. (eda)