Harmonisasi Komunikasi: Narasi Positif
PRINDONESIA.CO | Senin, 28/10/2019 | 4.668
Harmonisasi Komunikasi: Narasi Positif
Sudah saatnya praktisi PR tidak hanya sekadar mengelola informasi, melainkan ikut membangun narasi positif.
PR INDONESIA/ Aisyah

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut Ketua BPP Perhimpunan Humas Indonesia (PERHUMAS) Agung Laksamana, latar belakang masyarakat Indonesia yang  majemuk, jika tidak dibingkai dengan keharmonisan dan apresiasi terhadap keberagaman, rentan menimbulkan disharmoni. Kondisi ini selanjutnya berpotensi menjadi krisis sosial seperti yang belakangan terjadi di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya Papua.

Dari kacamata pria yang menjabat sebagai Director Corporate Affairs APRIL Group itu, konflik yang terjadi di Papua dipicu oleh rasa ketidakpuasan masyarakat dan disebabkan oleh adanya propaganda dari pihak tertentu yang bermaksud memecah belah persatuan bangsa.

Untuk itu, diperlukan pendekatan secara murni dari sisi pertumbuhan ekonomi, demokrasi serta sosial untuk mencairkan ketegangan yang timbul. “Resolusi konflik seperti ini dibutuhkan dialog dan komunikasi secara terus menerus. Selain itu, perlu kemampuan mengidentifikasi isu secara 360 derajat,” ujarnya melalui jawaban tertulis yang diterima PR INDONESIA, Rabu (18/9/2019).

Gerakan Nasional Revolusi Mental yang digaungkan pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014, menurut Agung, hingga kini belum memberikan dampak yang berarti. Padahal nilai-nilai yang ditujukan untuk mengatur moralitas sosial publik seperti etos kerja, gotong royong dan integritas, diyakini menjadi nilai universal yang dibutuhkan oleh bangsa ini.

 

Ambil Bagian

Dalam kasus ini, sudah sepatutunya PR turut ambil bagian. Salah satunya, dengan terus menggiatkan berbagai kegiatan positif yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya bicara baik di media sosial. Karena di era post-truth, masyarakat cenderung lebih memercayai opini ketimbang fakta. Oleh karena itu, ada baiknya praktisi PR tidak hanya sekadar mengelola informasi, melainkan ikut membangun narasi positif.

Seperti halnya PERHUMAS yang berkomitmen memberikan edukasi seluasnya kepada masyarakat Indonesia untuk memiliki kebiasaan baik dan positif dalam berinteraksi di media sosial melalui kampanye #IndonesiaBicaraBaik.

Agung menyadari gerakan ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Mulai dari organisasi serumpun, pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, hingga masyarakat umum yang secara bersama-sama dan terus menerus ikut berkolaborasi dan berpartisipasi menyuarakan kampanye/gerakan digital ini. Dengan catatan, samakan visi dan misi sehingga strategi komunikasi yang dibangun tepat sasaran. “Gerakan ini baru berhasil jika ada partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat dan upaya membangun kesadaran bersama. Ini syarat mutlak!” tegasnya.

Tak berhenti sampai di situ, perlu langkah preventif dan pendekatan secara proaktif, serta antisipasi pencegahan agar situasi kondusif tetap terjaga. Agung pun menekankan pentingnya melakukan mitigasi potensi terjadinya disharmoni sosial. “Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memetakan isu-isu sosial  yang ada sehingga kita dapat melakukan deteksi dini, sekaligus menyiapkan perencanaan guna mengantisipasi kemungkinan isu yang berkembang,” ujarnya. Ia melanjutkan, “Sehingga, pemulihan atau penanganan terhadap isu yang terjadi dapat cepat ditangani dan tepat sasaran.” (ais)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI