Urgensi peran PR di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) sangat terasa, karena sebanyak 70 persen sumber daya manusia (SDM) di sana berasal dari latar belakang pendidikan dan pengalaman farmasi.
YOGYAKARTA, PRINDONESIA.CO – Seluruh lembaga pemerintahaan hari ini memiliki unit public relations (PR) tersendiri. Fakta tersebut menegaskan satu hal, bahwa komunikasi memegang peranan penting bagi kinerja institusi. Namun, sejatinya, mengapa lembaga pemerintahan membutuhkan unit PR berikut program-programnya?
Menjawab pertanyaan tersebut, Eka Rosmala Sari dari Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mengatakan, di lembaga tempatnya mendedikasikan diri itu, program PR dibutuhkan karena memungkinkan pihaknya “meracik” informasi mengenai obat dan makanan ke dalam bahasa yang lebih populis.
Eka menjelaskan, urgensi peran PR di Badan POM sangat terasa, karena sebanyak 70 persen sumber daya manusia (SDM) di sana berasal dari latar belakang pendidikan dan pengalaman farmasi. “Tantangan kami adalah membahasakan data-data ilmiah agar mudah dipahami masyarakat,” ujarnya ketika memberikan testimoni mewakili instansi sebagai salah satu pemenang Anugerah HUMAS INDONESIA 2024 di Yogyakarta, Jumat (11/10/2024).
Adapun dengan keberadaan unit PR, lanjut Eka, Badan POM dimungkinkan untuk melakukan hal-hal yang lebih dari sekadar membahasakan data ilmiah. Sebagai contoh, Badan POM lewat unit PR saat ini telah memiliki berbagai pedoman, termasuk untuk strategi komunikasi krisis, hingga pengelolaan media sosial. “Kami juga punya pedoman pembuatan produk kehumasan, yang salah satu poinnya mengatur bagaimana Badan POM membuat siaran pers,” katanya.
Menyelaraskan Pesan Pusat hingga ke Unit Pelaksana Teknis
Tercatat hingga saat ini Badan POM memiliki 76 Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh Indonesia. Bagi Eka, peran unit PR sangat besar dalam menyelaraskan orkestrasi konten dari pusat hingga ke UPT yang sudah disepakati di dalam agenda setting. Terlebih sebagai lembaga dengan tugas utama mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan, Badan POM juga diharuskan gencar dalam sosialisasi dan edukasi terkait kebijakan.
Dalam konteks itu, terang Eka, unit PR di Badan POM memiliki sejumlah strategi dan pendekatan. Seperti yang terbaru di awal tahun 2024, Badan POM gencar merespons tren jasa titip (jastip) dengan segala persoalannya. Di sana, lembaga tersebut merasa perlu memberikan edukasi terkait kewenangan Badan POM maupun Bea Cukai. “Karena isu ini viral di media sosial, maka kami juga harus bergerak di media yang sama,” ucapnya.
Eka menjelaskan, untuk isu tersebut pihaknya bersama Bea Cukai menjalin kolaborasi konten, dengan tiga strategi utama yang meliputi komunikasi positif, sinergi konten, dan kampanye bersama. “Itu kami jalankan dengan tiga taktik, yaitu narasi kunci, kemudian perumusan judul, baru setelahnya eksekusi konten dan publikasi terpadu,” lanjut Eka sambil menambahkan bahwa strategi dan taktik tersebut digenapi oleh sosialisasi mengenai aturan barang bawaan dari luar negeri.
Secara umum, peran unit PR di Badan POM lebih dari mengomunikasikan kebijakan. Lewat aktivasi menyoal tren jastip, kata Eka mencontohkan, komunikasi yang digencarkan pihaknya juga berhasil memberdayakan produk-produk UMKM. “Branding jastip sekarang juga bisa ditemukan untuk produk-produk UMKM,” tandasnya. (lth)