Dunia public relations (PR) saat ini bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, peran PR semakin strategis bagi perusahaan. Di sisi lain, industri PR dihadapkan pada kenyataan keterampilan lulusan PR belum sepenuhnya sesuai ekspektasi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Perkembangan dunia PR yang begitu pesat memang membawa keuntungan, namun juga melahirkan kompleksitas baru Industri ini membutuhkan individu dengan kemampuan yang melampaui praktik PR konvensional untuk merespons dinamika lingkungan yang kian rumit.
Para pemimpin PR pun sepakat bahwa industri membutuhkan talenta dengan skillset mutakhir. Jojo S. Nugroho, pendiri IMOGEN PR, mencontohkan, praktisi PR kini dituntut mampu membaca data dan insight. Selain itu, mereka juga harus fasih mengimplementasikan strategi komunikasi melalui pendekatan paid, earned, shared, owned media (PESO) media.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan industri dengan kompetensi lulusan PR. Hal ini bisa dilihat dari munculnya fenomena “bajak-membajak” talenta PR. Dalam wawancaranya bersama PR INDONESIA Edisi 33/Desember 2017, pria yang karib disapa Om Jojo itu mengatakan, perebutan talenta PR sudah lama terjadi. Kondisi ini ditambah dengan kecenderungan tim PR diisi oleh individu non-jurusan komunikasi. Hal ini menggarisbawahi satu hal: kompetensi lulusan PR belum sesuai ekspektasi dan kebutuhan industri.