PT Kereta Api Indonesia (KAI) menggandeng Kompas.com untuk melatih 40 praktisi PR dalam menulis buku peringatan 80 tahun perusahaan. Proyek bertema "Stasiun Merangkai Kisah" ini bertujuan mendokumentasikan sejarah KAI secara humanis dan membangkitkan kebanggaan publik.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyadari kekuatan sebuah narasi dalam membangun kedekatan dengan publik. Bekerja sama dengan Kompas.com, KAI melatih 40 praktisi public relations (PR) atau humas internal untuk menulis buku peringatan 80 tahun perjalanan perusahaan.
Menurut Vice President of Public Relations KAI, Anne Purba, perjalanan panjang perkeretaapian perlu didokumentasikan secara humanis dengan tema "Stasiun Merangkai Kisah: 80 Tahun KAI Menyulam Sejarah". Ia ingin mengangkat kisah-kisah menyentuh dari lebih dari 600 stasiun di seluruh Indonesia.
“Setelah diterbitkan, buku ini adalah legacy (warisan). Kemudian, (buku) kita bisa digitalkan dan cerita-cerita ini dapat kita terus update tentang KAI masa depan,” ungkap Anne dilansir dari Kompas.com, Senin (4/8/2025).
Pemimpin Redaksi Kompas.com, Amir Sodikin, melihat proyek ini sebagai jembatan untuk mendekatkan KAI dengan masyarakat. Baginya, storytelling adalah strategi komunikasi terkuat untuk menumbuhkan rasa cinta pada KAI. “Melalui kisah-kisah yang personal dan menyentuh, publik akan merasa lebih terhubung dengan KAI,” ujarnya.
Lahirkan Cerita Autentik
Dalam sesi pelatihan, Assistant Manager Content Marketing KG Media, Yohanes Enggar, berbagi kiat penulisan. Ia menekankan bahwa data dan wawancara hanyalah bahan mentah, esensi tulisan ada pada jiwa narasinya. “Tulisan yang autentik, yang lahir dari hati, akan selalu menemukan jalannya sendiri menuju hati pembaca,” tambahnya.
Pendekatan ini sejalan dengan tren komunikasi global. Laporan Global Communication (2017) yang diterbitkan oleh Pusat Hubungan Masyarakat University of South California menempatkan storytelling sebagai taktik komunikasi PR paling efektif di era modern karena kemampuannya membangkitkan emosi.
"Dengan menyisipkan aspek manusiawi dalam setiap ceritanya, pesan yang disampaikan juga relatif lebih relevan untuk audiens," tulis dalam laporan tersebut.
Oleh karena itu, para praktisi PR atau humas KAI ditantang untuk tidak sekadar menyajikan informasi. Tulisan mereka diharapkan dapat membangkitkan kebanggaan dan kedekatan emosional dengan pembaca.
Pada akhirnya, pelatihan ini bukan sekadar upaya meningkatkan kompetensi menulis. Ini adalah investasi KAI dalam merawat ingatan institusional dan membangun warisan naratif untuk generasi mendatang. (EDA)