Memahami Pengecualian Informasi Publik
PRINDONESIA.CO | Selasa, 07/11/2023
Memahami Pengecualian Informasi Publik
Arif Adi Kuswardono, Komisioner Komisi Informasi Pusat RI Periode 2017-2022 ketika sesi workshop di The 5th Anugerah HUMAS INDONESIA (AHI), Semarang, Rabu (2/11/2023).
Dok. Karyasaka.id/HUMAS INDONESIA

SEMARANG, PRINDONESIA.CO  Badan publik memiliki instrumen pengecualian informasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pasal 2 ayat 2 dan 4. Begitu menurut Arif Adi Kuswardono, Komisioner Komisi Informasi Pusat RI periode 2017-2022 ketika mengisi workshop di Anugerah HUMAS INDONESIA (AHI), Semarang, Rabu (2/11/2023).

Pasal tersebut berbunyi “(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatasI. (4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya”.

Pertimbangan informasi tersebut, kata Arif, harus berdasarkan UU kepatutan dan kepentingan. Kepatutan dalam hal ini harus berasal dari kajian analisis yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga pengecualian informasi berjalan dengan semestinya.

Dalam pengecualian informasi, informasi yang ada dapat seluruhnya dikecualikan atau ada pula yang sebagian dikecualikan. Dalam bagian ini, humas atau badan publik diharuskan untuk transparan dan akuntabel dalam menyajikan informasi.

Berhak Menolak

Pria yang merupakan alumni Ilmu Hukum Universitas Diponegoro itu melanjutkan, masih berdasarkan undang-undang yang sama pasal 6 ayat 1 disebutkan, badan publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara ayat 2, badan publik berhak menolak memberikan informasi publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan, ayat 3, informasi publik yang tidak dapat diberikan oleh badan publik, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah informasi yang dapat membahayakan negara, informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat, informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi, informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan, dan/atau informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Ketentuan ini juga ditegaskan kembali di pasal 17 yang berbunyi, “Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali rahasia negara (penegakan hukum, pertahanan dan keamanan negara, kekayaan alam, ketahanan ekonomi nasional, hubungan luar negeri, surat/dokumen non-final), rahasia bisnis (kekayaan intelektual dan persaingan usaha yang tidak sehat), rahasia pribadi (akta otentik dan wasiat, riwayat keluarga, kesehatan, keuangan kemampuan, pendidikan), dan undang-undang lain.”

Arif kemudian menegaskan kembali bahwa ada tiga jenis kerahasiaan. Antara lain, UU KIP mengatur tiga jenis kerahasiaan ini pada pasal 6. Sejak berlakunya UU KIP, maka dipastikan kerahasiaan berdasarkan undang-undang lain adalah derivasi dari tiga jenis kerahasiaan ini. Konsekuensi yang menjadi dasar pengecualian atau kerahasiaan dirinci di pasal 17 UU KIP. “Suatu informasi boleh jadi dikecualikan dengan satu atau lebih jenis kerahasiaan,” imbuh pria yang pernah tercatat sebagai redaktur Tempo tersebut.

Pemaparan Arif mengundang pertanyaan dari salah satu peserta workshop, Yulia dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jawa Barat. Ia bertanya terkait perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga. Peraih Adiwarta Sampoerna tahun 2006 ini merespons bahwa menurut undang-undang, perjanjian yang dilakukan oleh badan publik sifatnya terbuka. Tetapi, dalam ketentuan terkait penyediaan barang dan jasa harus ada tahapan-tahapannya.

AHI 2023

AHI merupakan ajang kompetisi kinerja komunikasi dan keterbukaan informasi bagi lembaga publik (government public relations/GPR) pemerintah daerah, perguruan tinggi negeri, korporasi milik negara/daerah, dan badan layanan umum (BLU) se-Indonesia. Di tahun kelima penyelenggaraannya, AHI mengusung tema besar “Keterbukaan Informasi untuk Keberlanjutan Badan Publik yang Bereputasi”.

Puncak acara AHI 2023 dibuka dengan sesi konferensi yang dihadiri oleh empat narasumber. Sementara di hari kedua dilanjutkan dengan sesi workshop. Sesi ini dibagi dua kelas yang akan berjalan secara pararel. Kelas pertama bertema “Manajemen Kampanye Komunikasi Publik yang Inovatif dan Berdampak”. Sedangkan kelas kedua mengangkat topik “Transformasi Keterbukaan Informasi Publik melalui Inisiatif Program Berkelanjutan”. Rangkaian acara AHI ditutup dengan sesi awarding, Jumat (3/11/2023). Ikuti terus informasi terkini mengenai AHI 2023 hanya di humasindonesia.id dan prindonesia.co. (aid)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI