Disrupsi Dunia Kesehatan
PRINDONESIA.CO | Rabu, 27/03/2019 | 3.016
Disrupsi Dunia Kesehatan
Marianne Admardatine, Chief Executive Officer - JWT Company Indonesia
Dok. PR Indonesia

Oleh Marianne Admardatine, Chief Executive Officer - JWT Company Indonesia

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Ada fakta menarik dari laporan riset J. Walter Thompson (JWT) yang berjudul “The Well Economy: Asia Edition”. Riset ini berdasarkan hasil wawancara para ahli dan 2.500 data konsumen di Tiongkok, Jepang, Thailand, Indonesia, dan Australia. Wawancara dan data tersebut dirangkum, diolah, untuk melihat bagaimana sesungguhnya keyakinan dan perilaku konsumen di Asia Pasifik, khususnya terkait kesehatan.

Riset itu mengidentifikasi tren dan peluang merek di seluruh Asia. Baik di sektor perawatan kesehatan tradisional seperti rumah sakit, klinik, asuransi, farmasi, maupun pemain baru di ekosistem yang sedang berkembang di berbagai bidang. Sebut saja teknologi, makanan, kecantikan, perhotelan, ritel, tempat kerja, dan pariwisata medis.

Ada tren makro yang muncul dari riset ini. Ternyata kehadiran Alibaba, Tencent, hingga perusahaan teknologi rintisan lokal, telah mendisrupsi ekosistem sektor medis di Asia Pasifik. Mereka mendisrupsi melalui tiga cara. Pertama, melalui platform/aplikasi. Kemunculan beragam platform/aplikasi memungkinkan orang untuk mengatasi masalah kesehatan yang sebelumnya dianggap tabu, seperti kesehatan mental dan seksual.

Kedua, menjadi “mak comblang” baru di dunia medis dan kesehatan. Sebanyak 66 persen responden mengatakan, mereka akan lebih sering ke dokter jika waktu menunggu konsultasi tidak terlalu lama. Kondisi ini mendorong perusahaan teknologi melahirkan layanan konsultasi langsung antara pasien dan dokter.

Ketiga, disrupsi terhadap asuransi. Hasil survei menunjukkan, hanya 51 persen responden yang percaya terhadap asuransi kesehatan pemerintah. Kemudian hanya 46 persen yang yakin kepada asuransi swasta. Di sisi lain, perusahaan teknologi terbukti mampu menjawab kerumitan yang muncul dari proses transaksi asuransi tradisional.

Tren makro lainnya adalah ekosistem kesehatan dan kebugaran yang meluas telah menawarkan peluang bagi semua orang, termasuk para pemain baru. Kondisi ini tentu saja mengganggu kelangsungan sektor tradisional seperti klinik, puskesmas, rumah sakit, penyedia farmasi, dan asuransi.

Akses Kesehatan

Saya sepakat dengan pernyataan Chen May Yee, penulis laporan dan juga Direktur The Innovation Group Asia Pasifik di JWT Intelligence. Dengan munculnya para pemain baru, khususnya perusahaan teknologi yang melakukan disrupsi terhadap dunia medis dengan mengeksploitasi ketidakefisienan, sektortradisional harus menerima perubahan ini, atau berisiko tertinggal.

Dengan berkaca dari tren yang sedang berkembang saat ini, saya melihat Indonesia dengan 260 juta penduduknya telah berevolusi sedemikian rupa dalam sektor kesehatan dan kesejahteraan. Masyarakat Indonesia memiliki harapan yang lebih tinggi pada akses kesehatan.

Pada saat yang sama, kepercayaan terhadap fasilitas kesehatan di negeri ini masih rendah. Ada kebutuhan untuk meningkatkan fasilitas dan komunikasi kesehatan. Kebutuhan ini bisa dipenuhi melalui banyak inisiatif. Saya percaya laporan kami ini dapat kita gunakan sebagai titik awal untuk membuat strategi yang lebih baik.

 

Selengkapnya baca PR INDONESIA versi cetak dan SCOOP edisi 45/Desember 2018. Hubungi Sekhudin: 0811-939-027, [email protected]

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
image profile
canis
Just Another Me Around the World.
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI