Belajar dari Kasus Permintaan Maaf Senator Bali
PRINDONESIA.CO | Kamis, 04/01/2024 | 1.225
Belajar dari Kasus Permintaan Maaf Senator Bali
Ucapan soal penutup kepala viral, Senator Bali Arya Wedakarna klarifikasi dan minta maaf.
Dok. Instagram Arya Wedakarna

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Senator Bali Arya Wedakarna (AWK) belakangan kembali menjadi sorotan publik. Kali ini karena cuplikan video yang menampilkan ketidaksetujuannya terhadap petugas perempuan berpenutup kepala (berhijab) di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali.

"Saya tidak mau yang frontline-frontline itu, saya mau gadis Bali yang kayak kamu yang rambutnya kelihatan terbuka. Jangan kasih yang penutup kepala tidak jelas," ucapnya dalam video di rapat DPD RI di masa reses, Jumat (29/12/2023).

Sontak, pernyataan sang senator itu menjadi viral di media sosial. Kontroversi pun bergulir karena apa yang ia sampaikan dinilai rasis oleh masyarakat. Arya bahkan telah dilaporkan ke polisi oleh beberapa pihak.

Melansir inilah.com, kecaman datang dari sejumlah organisasi keagamaan di Bali seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Tidak hanya kecaman, desakan pencopotan Arya Wedakarna dari jabatannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ikut disuarakan.

Menghadapi reaksi publik, pria kelahiran 23 Agustus 1980 itu memberikan klarifikasi sekaligus permintaan maaf melalui akun Instagramnya @aryawedakarna.

“Dari lubuk hati yang paling dalam saya selaku wakil rakyat Bali di DPD RI memohon maaf dengan tulus," ujarnya.

Namun di sisi lain, peraih gelar S3 di Universitas Satyagama Jakarta jurusan Doktor Ilmu Pemerintahan itu menggarisbawahi bahwa kontroversi terjadi lantaran video dirinya dipotong oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Arya menjelaskan bahwa pernyataannya sebenarnya bukan untuk menyinggung pihak tertentu. Melainkan ditujukan kepada petugas Bea Cukai untuk memberikan prioritas kepada putri asli Bali sebagai frontliner, dan merujuk Perda Bali No 2 Tahun 2012 tentang Pariwisata Bali yang mengedepankan kebudayaan Hindu.

Minta maaf

Menurut Kyle Scott, Wakil Rektor Lone Star College, dalam artikelnya di Forbes pada 26 April 2021 silam, permintaan maaf merupakan komponen kunci dalam mengurangi dampak krisis. Langkah ini tidak hanya sekadar tindakan, tetapi juga harus menjadi upaya dari organisasi untuk memulihkan kepercayaan publik.

Sayangnya, menurutnya Kyle masih banyak organisasi yang gagal dalam menyampaikan permintaan maaf kepada publik. Oleh karena itu, berikut adalah beberapa langkah untuk membuat permintaan maaf yang efektif:

1. Analisis kesalahan

Organisasi akan kesulitan menyampaikan permintaan maaf yang tulus jika tidak memahami alasan di balik keluhan atau kekesalan audiens. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengidentifikasi alasan tersebut dan faktor apa saja yang mendorong mereka melakukan tuntutan. Dengan melakukan analisis ini, tim PR dapat merumuskan pernyataan maaf yang tepat dan relevan.

2. Mengakui kesalahan

Dalam beberapa situasi, organisasi mungkin tidak bisa sepenuhnya bertanggung jawab karena pertimbangan hukum. Meski begitu, penting diingat bahwa esensi dari permintaan maaf adalah untuk mengakui kesalahan dan dampak krisis terhadap korban atau pihak yang merasa dirugikan.

3. Menunjukkan empati

Dalam sebuah permintaan maaf, penting untuk menunjukkan kesungguhan. Tunjukkan empati dengan cara memposisikan diri atau organisasi ke dalam keadaan perasaan serupa dengan kelompok yang dikecewakan.

4. Menyampaikan rencana aksi korektif

Permintaan maaf menjadi kurang relevan jika tidak diikuti dengan upaya perubahan untuk mencegah kejadian serupa terulang. Untuk meningkatkan kualitasnya, permintaan maaf sebaiknya juga mencakup rencana aksi korektif yang akan diimplementasikan oleh organisasi. (jar)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI