Selain dapat mendukung komunikasi yang efektif, komunikasi empatik juga dipercaya dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif.
YOGYAKARTA, PRINDONESIA.CO – Kemampuan pemimpin melakukan komunikasi secara empatik diyakini merupakan faktor kunci dalam mencapai keberhasilan dan membangun hubungan yang kuat di lingkungan kerja.
Apa itu komunikasi empatik? Nurlaela Arief, dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), yang pagi hari itu mengisi sesi workshop bertajuk “Speak, Connect, and Lead: Navigating Public Speaking, Interpersonal Skills, and Creative Leadership”, yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #9, di Yogyakarta, Kamis (26/10/2023), komunikasi empatik adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan perasaan, kebutuhan, dan perspektif orang lain. “Dalam konteks kepemimpinan di perusahaan, komunikasi empatik adalah aspek yang mesti dimiliki seorang pimpinan,” ujarnya.
Ada empat alasan yang membuat komunikasi empatik itu menjadi penting. Pertama, komunikasi empatik dapat menumbuhkan rasa saling percaya, dukungan, kedekatan, loyalitas dari anggota tim. Kedua, komunikasi empatik juga dapat mengurangi konflik. Dengan komunikasi empatik, pemimpin dapat melihat dan memahami masalah dari berbagai perspektif.
Ketiga, komunikasi empatik dapat membantu memecahkan masalah. Menurut perempuan yang juga merupakan Direktur Komunikasi dan Hubungan Alumni SBM ITB tersebut, dengan memahami perspektif dari anggota tim, pemimpin akan dapat lebih efektif dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Terakhir, komunikasi empatik juga dapat menumbuhkan keterlibatan karyawan atau anggota tim. Mereka merasa dipahami dan dihargai, hingga tercipta lingkungan kerja yang positif.
Butuh Kepekaan
Menurut Lala, begitu ia karib disapa, komunikasi empatik perlu didukung oleh kepekaan atau sensitivitas. Caranya, dengan aktif mendengar. Untuk menunjukkan sikap tersebut, ujar perempuan yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Corporate Communications Department Biofarma tersebut, dapat dilakukan dengan melakukan kontak mata, mendekatkan posisi duduk, dan mengulang pernyataan yang disampaikan anggota tim.
Komunikasi empatik juga dapat digunakan untuk memvalidasi perasaan dan pengalaman anggota tim, menawarkan bantuan, dan memahami mereka. Contoh, ketika menerima keluhan dari anggota tim, pemimpin dapat merespons dengan kalimat, “Saya memahami”, “Saya turut prihatin”, atau “Saya percaya kamu bisa”. (mfp)